Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Keuangan menegaskan pengurangan anggaran subsidi energi untuk bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kg, hingga listrik dalam RAPBN 2025 tidak berkaitan dengan kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi yang direncanakan mulai 1 Oktober 2024.

“[Akibat] kurs aja itu,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (4/9/2024).

Dia menjelaskan pengurangan subsidi energi sebesar Rp1,1 triliun dalam RAPBN 2025 dipengaruhi oleh perubahan asumsi nilai tukar rupiah yang dipatok Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS), turun dari rancangan awal Rp16.100/US$.

Terkait dengan pembatasan subsidi BBM pada 1 Oktober 2024, Wahyu menyatakan kebijakan tersebut diarahkan agar subsidi menjadi lebih tetap sasaran dengan harapan daya beli masyarakat tetap terjaga.

“Belum ada ke arah sana sih, belum ada. Sampai saat ini masih kan masih belum lah, yang 2025 itu kan hanya karena faktor penyesuaian kurs aja nggak ada [pembatasan],” ucap Wahyu.

Dok: Pertamina

Untuk diketahui, Kemenkeu bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI hari ini sepakat mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp203,4 triliun pada 2025. Jumlah ini menyusut Rp1,1 triliun dari besaran yang diajukan pemerintah sebesar RP204,5 triliun.

“Dengan demikian, untuk total subsidi energi kesepakatan di Panja A adalah Rp203,4 triliun, Ini turun Rp1,1 triliun dari yang kami usulkan di dalam RAPBN 2025. ini lebih karena tadi kursnya Rp16,100 menjadi Rp16.000 [per dolar AS],” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Banggar.

Bendahara Negara mengatakan berdasarkan kesepakatan panitia kerja (panja) A Banggar terdapat penurunan subsidi dari Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT) Solar dan minyak tanah; serta gas minyak cair atau LPG tabung 3 kg.

Secara terperinci, subsidi energi untuk JBT Solar dan minyak tanah mengalami penurunan Rp40 miliar, sementara subsidi LPG 3 kg turun Rp600 miliar.

Sementara itu, subsidi listrik turun Rp500 miliar dari Rp90,2 triliun dalam RAPBN 2025 menjadi Rp89,7 triliun berdasarkan hasil kesepakatan Panja A.

Meskipun begitu, Sri Mulyani menyatakan pengurangan belanja subsidi tersebut akan digunakan untuk menambahkan pembayaran kompensasi BBM dan kompensasi listrik.

“Ada penurunan belanja subsidi Rp1,1 triliun di dalam RAPBN 2025, hal ini akan digunakan pada 2025 untuk menambah pembayaran kompensasi BBM dan listrik,” ucapnya.

Sekadar catatan, aturan pembatasan BBM subsidi awalnya direncanakan tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuturkan pemerintah berencana mengatur penggunaan BBM bersubsidi, terlebih untuk Pertalite, agar tepat sasaran melalui peraturan menteri (permen) ESDM.

"Memang ada rencana begitu," ujarnya saat dimintai konfirmasi apakah pengaturan distribusi BBM bersubsidi tersebut bakal dimulai pada 1 Oktober 2024, usai rapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (27/8/2024).

"Karena begitu aturannya keluar, permennya keluar, itu kan ada waktu untuk sosialisasi. Nah, waktu sosialisasi ini yang sekarang saya lagi bahas," lanjut Bahlil.

(azr/wdh)

No more pages