Pada 2023, energi angin dan matahari secara bersamaan menyumbang 31% dari total output listrik negara tersebut. Sementara itu, dalam 2 pekan terakhir, pembangkit listrik tenaga angin menyumbang sedikit lebih dari 25% dari total daya selama periode ini.
Gita menyebut aksi Australia tersebut tidak serta-merta bertampak pada stok dan harga batu bara global. Demikian pula dengan pangsa ekspor dari Indonesia, yang diklaimnya tidak terdampak penurunan konsumsi batu bara di negara benua itu.
Australia, kata Gita, lebih banyak memproduksi dan mengekspor batu bara kokas dengan kalori tinggi ke Jepang. Pada Agustus, negara tersebut mengirimkan 7 juta ton batu bara kokas ke Jepang, dan hanya sekitar 5,5 juta ton ke China; yang notabene salah satu tujuan ekspor terbesar batu bara termal atau kalori rendah yang diproduksi Indonesia.
“Bila dibandingkan dengan Indonesia, pada Juli Indonesia mengekspor 18,80 juta ton ke China dan 2,4 juta ke Jepang. Hal ini menandakan memang ada perbedaan kualitas batu bara yang ditawarkan. [Dengan demikian], belum ada pengaruh yg signifikan ke Indonesia,” tegasnya.
Per Selasa (3/9/2024), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini dihargai US$142/ton, jatuh 1,32% dan menjadi yang terendah sejak 31 Juli atau lebih dari sepekan terakhir.
Harga batu bara sempat mengalami reli dan mencapai US$ 150150/ton pada pertengahan Agustus. Itu adalah harga tertinggi sepanjang 2024.
Dari sisi fundamental, kabar dari Australia sepertinya menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara. Bloomberg sebelumnya mengabaran, untuk kali pertama dalam sejarah Australia mencatatkan batu bara tidak mencapai 50% dalam bauran energi mereka.
(wdh)