Logo Bloomberg Technoz

Masih Bisa Tumbuh

Meski demikian, Adhi mencatat bahwa secara agregat, industri makanan dan minuman masih menunjukkan pertumbuhan, dengan rata-rata sekitar 5,5%.  

"Namun, kami [memang] rasakan pangan-pangan sekunder ini yang agak berat. Kalau ditanya berapa persen pengurangannya, kami belum bisa hitung karna kami masih perlu [mengumpulkan] data-data yang belum lengkap, coba kami pelajari dahulu," sambungnya.

Lain halnya dengan Gapmmi, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) justru menilai bahwa situasi deflasi selama 4 bulan beruntun di Indonesia masih lebih menguntungkan bagi kinerja industri perdagangan eceran atau ritel, ketimbang harus terjepit di pusaran inflasi tinggi.

Dari perspektif peritel, kondisi deflasi berkepanjangan sebenarnya turut dipicu oleh adanya upaya efisiensi yang terus dilakukan oleh pelaku usaha, termasuk dari sektor industri ritel.

"So far ekonomi masih [baik] walaupun deflasi, itu lebih bagus dibandingkan dengan inflasi gila-gilaan. Deflasi dikarenakan kami [pelaku usaha] selama ini banyak melakukan efisiensi untuk menurunkan biaya produksi dan distribusi," terang Ketua Umum Hippindo Budiahrdjo Iduansjah saat dihubungi, Selasa (3/9/2024).

"Jadi contohnya begini, selama ini harga [barang] mungkin ketinggian. Kenapa? Karena banyaknya ongkos dan biaya-biaya. Biaya logistik, biaya perizinan, dan sebagainya. Lalu, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan untuk mengurangi biaya dengan cara mempermudah. Logistiknya dipermudah, mungkin jalan tol sudah jadi, kereta api sudah jadi."

Dengan demikian, lanjut Budihardjo, penurunan biaya ini memungkinkan para peritel memberikan diskon dan menurunkan harga jual produk, yang pada gilirannya diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi.

Situasi deflasi ini, menurutnya, juga dapat mendorong inflasi tetap terkendali dan bahkan memicu penurunan harga di pasar, karena para peritel berfokus pada memberikan layanan terbaik kepada konsumen.

Budihardjo pun optimistis industri ritel luring—dari berbagai sektor, tidak hanya ritel modern berbasis fast moving consumer goods (FMCG) — masih akan sanggup mencatatkan rerata pertumbuhan tahunan di atas sektor industri lain.

"Jadi kita selalu, kalau yang lain [tumbuh] 5%, kita selalu double digit rata-ratanya. Teman-teman [dari industri ritel lini] restoran dan minimarket pertumbuhannya masih di atas double digit, bisa 10%, di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang sekitar 5%," ujarnya.

Seperti diketahui, Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini sebelumnya melaporkan terjadi deflasi 0,03% pada Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau secara month to month (mtm).

Pudji menegaskan deflasi yang terjadi selama 4 bulan ini lebih turut disebabkan oleh pasokan barang dan jasa yang memadai.

"Fenomena deflasi selama 4 bulan ini lebih karena suplai. Panen komoditas pangan dan hortikultura membuat penurunan biaya produksi sehingga harga di tingkat konsumen turun. Pasokan berlimpah," tegasnya dalam jumpa pers, Senin (2/9/2024).

Puji mencontohkan deflasi pada Mei yang sebesar 0,03% mtm disebabkan oleh panen raya sehingga membuat harga beras menurun. Selain itu, deflasi juga disebabkan oleh penurunan harga daging ayam ras, tomat, dan cabai rawit.

Kemudian pada Juni, di mana terjadi deflasi 0,08% mtm, penyebabnya adalah pasokan yang memadai untuk komoditas bawang merah, tomat, dan daging ayam ras.

Pada Juli, yang mengalami deflasi 0,18%, penyebabnya adalah kecukupan pasokan yang menyebabkan penurunan harga bawang merah, cabai merah, dan telur ayam ras.

"Deflasi Agustus disebabkan karena penurunan harga bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras," ucap Pudji.

Soal penurunan daya beli, Pudji tidak memberikan penjelasan lebih jauh. "Kita perlu pelajari lebih lanjut," ujarnya.

(prc/wdh)

No more pages