Ketiga, sejalan dengan itu, Djoko mengatakan Indonesia bisa menggunakan stok penyangga tersebut bila harga impor BBM jenis bensin, LPG dan minyak mentah tengah meningkat. Di lain sisi, Indonesia bisa kembali melakukan impor bila harga tengah kompetitif.
“Jadi kalau harga impor lagi mahal kita pakai CPE, kalau harga impor lagi murah kita impor. Dengan demikian, ketahanan energi kita akan makin kokoh dan baik,” ujarnya.
Keadaan Kahar
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Anggota Unsur Pemangku Kepentingan Kalangan Industri DEN Abadi Poernomo mengatakan semua negara memiliki stok penyangga komoditas energi yang dimanfaatkan untuk mengantisipasi keadaan kahar (force majeure) seperti bencana alam, perang, embargo, serta mengantisipasi kenaikan harga minyak.
“Indonesia belum memiliki CPE, yang dimiliki saat ini cadangan operasional yang disiapkan badan usaha,” ujarnya.
Adapun; minyak mentah, LPG, dan BBM jenis bensin (gasoline) merupakan tiga jenis komoditas yang bakal masuk ke dalam CPE, yang merupakan jumlah ketersediaan sumber energi serta komoditas energi yang disimpan secara nasional dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada masa tertentu.
Perinciannya, jenis CPE di antaranya adalah BBM jenis bensin yang digunakan sebagai bahan bakar transportasi; LPG sebagai bahan bakar keperluan industri, transportasi, komersial besar, menengah, dan kecil, petani, nelayan, dan rumah tangga; serta minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku keperluan operasi kilang minyak.
DEN mengungkapkan kebutuhan anggaran untuk pengelolaan cadangan energi tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp70 triliun sampai dengan 2035. Perincian stok penyangga tersebut terdiri dari BM jenis bensin sejumlah 9,64 juta barel, LPG sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel.
(wdh)