Indeks Taiwan Taipex turun hingga 4,19%, disusul oleh Nikkei 225 yang turun 3,8% serta Kospi yang ambles 3,13% serta Kosdaq yang melemah hingga 3,9%.
Bursa saham di Jakarta bertahan hijau bersama indeks saham Thailand. Indeks Bloomberg Asia Pasifik sampai siang ini sudah terbenam 3,13%. Sementara MSCI ASEAN Stock Index secara historis selalu mencatat kejatuhan setiap September
Greget investor yang masih besar di pasar domestik baik di pasar saham maupun surat utang, akhirnya memberi sokongan lebih besar bagi rupiah. Rupiah makin menguat ke Rp15.478/US$ siang hari ini, menjadi valuta Asia dengan penguatan terbesar kedua setelah ringgit yang naik nilainya 0,5%.
Kegairahan yang masih terlihat di pasar domestik seolah menjadi outlier ketika bursa di banyak tempat di dunia kebanyakan sudah terseret ke zona merah akibat peningkatan ketidakpastian seputar risiko resesi Amerika, arah kebijakan bunga The Fed, situasi ekonomi China hingga masa depan harga minyak.
Bulan September secara historis menjadi bulan yang buruk bagi pelaku pasar. Khusus di kawasan ASEAN, data mencatat dalam enam tahun terakhir sampai tahun lalu, MSCI ASEAN Stock Index secara historis selalu mencatat kejatuhan setiap September, seperti dicatat oleh Bloomberg.
Ekspansi China melambat
Aktivitas jasa China berekspansi di kecepatan lebih rendah ketimbang harapan, seperti ditunjukkan oleh hasil survei yang digelar perusahaan swasta.
Hasil survei itu menambah kekhawatiran akan kesehatan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Indeks manajer pembelian jasa Caixin China turun menjadi 51,6 pada Agustus, dibandingkan dengan 52,1 pada bulan sebelumnya, menurut pernyataan yang dirilis oleh Caixin dan S&P Global pada Rabu (4/9/2024).
Perkiraan median para ekonom yang disurvei Bloomberg adalah 51,8. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi. "Persaingan di sektor ini masih sengit, dan meningkatkan penjualan melalui pemotongan harga menjadi prioritas bisnis," ujar Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, dalam pernyataannya.
"Perusahaan-perusahaan yang disurvei mengadopsi pendekatan yang berhati-hati dalam perekrutan untuk menghemat biaya, membuat pasar tenaga kerja berada di bawah tekanan.
Kelesuan ekonomi China membebani pelaku pasar yang sudah dihadapkan pada kekhawatiran terhadap pelemahan secara cepat ekonomi Amerika Serikat, pasca data manufaktur tadi malam diumumkan kembali terkontraksi.
Pasar Treasury, surat utang AS, kini berspekulasi bahwa The Fed akan memangkas bunga acuan lebih banyak hingga lebih dari 2% sampai 12 bulan ke depan, didahului oleh pengguntingan 50 bps bulan ini.
Perburuan US Treasury tadi malam telah membawa yield tenor 2Y terpangkas ke 3,85% dari posisi 5% pada akhir April lalu. Pergerakan pasar obligasi AS itu terutama terpicu antisipasi para pemodal bahwa The Fed akan memangkas bunga lebih dari 2% dalam 12 bulan mendatang, yang akan menjadi penurunan paling tajam di tengah pelemahan ekonomi sejak dekade 80-an.
Namun, reli Treasury itu juga membuka risiko bahwa mungkin, lagi-lagi, para pelaku pasar terlalu meremehkan kekuatan ekonomi AS.
Data pasar tenaga kerja yang akan dilansir pada Jumat pekan ini mungkin akan menjadi konfirmasi lanjutan apakah spekulasi di pasar obligasi itu berlebihan atau tidak.
Sejauh ini, konsensus pasar memperkirakan tingkat pengangguran AS pada Agustus akan turun ke 4,2% setelah pada Juli melonjak ke 4,3%.
"Jika Anda ketinggalan reli besar, akan menjadi hal yang sedikit berbahaya bila hendak mengejarnya sekarang. Kita kini bermain dengan probabilitas bahwa pasar tenaga kerja AS stabil atau memburuk dengan cepat. Itu akan menjadi debat hingga akhir tahun nanti," kata Ed Al-Hussainy, Rates Strategist di Columbia Threadneedle Investments, seperti dilansir oleh Bloomberg.
SUN diincar pemodal global
Dinamika di pasar Treasury AS itu bisa berdampak positif bagi pasar obligasi domestik yang sejauh ini telah mencatat 'banjir' modal asing di tengah tawaran yield yang masih relatif tinggi.
Beberapa fund manager kelas kakap dunia mengarahkan teropong ke surat utang RI di antara obligasi emerging market lain, menimbang yield yang menarik dan penguatan mata uang yang diprediksi bisa semakin stabil ketika The Fed memulai pivot.
Saat ini, selisih imbal hasil investasi SBN dengan US Treasury melebar jadi 280 bps. Pemodal asing terus menambah pembelian surat utang terbitan pemerintah hingga kini penguasaannya telah mencapai Rp851,74 triliun per 2 September.
Salah satu fund manager besar dunia, BlackRock, yang mengelola dana puluhan triliun dolar AS, sudah bersiap memanfaatkan volatilitas pasar yang terjadi pada September untuk memborong aset di pasar negara berkembang, terutama surat utang alias obligasi.
Surat utang terbitan Filipina dan Indonesia, menjadi favorit perusahaan pengelola aset ini terutama untuk tenor menengah dan panjang, seiring dengan ruang yang makin luas bagi bank sentral di dua negara itu untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
"Ini adalah masa keemasan, golden age, bagi aset-aset fixed income di Asia khususnya di emerging market-nya. Saya pikir akan menjadi hal yang tepat untuk menambah sedikit lagi durasi jika terjadi volatilitas," kata Neeraj Seth, Head of Asian Fixed Income BlackRock di Singapura, seperti dilansir oleh Bloomberg.
Ia menilai, pasar Asia relatif lebih terlindungi dari volatilitas terkait pelaksanaan Pemilu AS pada November nanti.
(rui)