Dalam 20 hari terakhir, sampai data 2 September, pemodal asing rata-rata belanja obligasi RI senilai US$118,3 juta, menurut data otoritas yang dikompilasi oleh Bloomberg.
Kajian terakhir yang dilansir oleh Bloomberg Intelligence hari ini juga menyimpulkan, terlepas dari tingkat kupon yang relatif tinggi, SBN bertenor kurang dari lima tahun memiliki potensi return berdasarkan durasi, bila Bank Indonesia mengekor The Fed dan mulai memangkas bunga acuan pada kuartal IV-2024.
"Kurva obligasi pemerintah RI cenderung meningkat [bull steepen] terutama didorong penurunan suku bunga dalam jangka pendek, jelang pivot pertama dan hal itu akan berlangsung hingga siklus pelonggaran hampir berakhir," kata Chief Asia FX and Rates Strategist Bloomberg Intelligence Stephen Chiu dalam analisis yang dilansir hari ini.
Namun, investor tetap perlu mencermati apakah disiplin fiskal di bawah pemerintahan baru mulai Oktober nanti akan dipertahankan.
Reli Treasury
Perburuan US Treasury tadi malam telah membawa yield tenor 2Y terpangkas ke 3,85% dari posisi 5% pada akhir April lalu. Pergerakan pasar obligasi AS itu terutama terpicu antisipasi para pemodal bahwa The Fed akan memangkas bunga lebih dari 2% dalam 12 bulan mendatang, yang akan menjadi penurunan paling tajam di tengah pelemahan ekonomi sejak dekade 80-an.
Namun, reli Treasury itu juga membuka risiko bahwa mungkin, lagi-lagi, para pelaku pasar terlalu meremehkan kekuatan ekonomi AS. Data pasar tenaga kerja yang akan dilansir pada Jumat pekan ini mungkin akan menjadi konfirmasi lanjutan apakah spekulasi di pasar obligasi itu tepat.
Sejauh ini, konsensus pasar memperkirakan tingkat pengangguran AS pada Agustus akan turun ke 4,2% setelah pada Juli melonjak ke 4,3%.
"Jika Anda ketinggalan reli besar, akan menjadi hal yang sedikit berbahaya bila hendak mengejarnya sekarang. Kita kini bermain dengan probabilitas bahwa pasar tenaga kerja AS stabil atau memburuk dengan cepat. Itu akan menjadi debat hingga akhir tahun nanti," kata Ed Al-Hussainy, Rates Strategist di Columbia Threadneedle Investments, seperti dilansir oleh Bloomberg.
Incaran favorit
Sebelumnya beberapa fund manager global menilai, surat utang RI menjadi aset menarik di tengah volatilitas pasar yang diprediksi akan meningkat tajam bulan ini.
Salah satu fund manager besar dunia AS, BlackRock, yang mengelola dana puluhan triliun dolar AS, sudah bersiap memanfaatkan volatilitas pasar yang terjadi pada September untuk memborong aset di pasar negara berkembang, terutama surat utang alias obligasi.
Surat utang terbitan Filipina dan Indonesia, menjadi favorit perusahaan pengelola aset ini terutama untuk tenor menengah dan panjang, seiring dengan ruang yang makin luas bagi bank sentral di dua negara itu untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
"Ini adalah masa keemasan, golden age, bagi aset-aset fixed income di Asia khususnya di emerging market-nya. Saya pikir akan menjadi hal yang tepat untuk menambah sedikit lagi durasi jika terjadi volatilitas," kata Neeraj Seth, Head of Asian Fixed Income BlackRock di Singapura, seperti dilansir oleh Bloomberg.
Ia menilai, pasar Asia relatif lebih terlindungi dari volatilitas terkait pelaksanaan Pemilu AS pada November nanti.
Bulan September secara historis menjadi bulan dengan volatilitas tajam di pasar keuangan di banyak tempat. Risiko pelemahan ekonomi China, semakin dekatnya jadwal Pemilu AS, juga harap-harap cemas pivot The Fed, akan membuat September ini akan jadi pertaruhan apakah akan jadi 'Black September' atau 'September Ceria'.
Pasar surat utang di Asia sejauh ini masih membukukan kinerja lebih baik setiap September. Data Bloomberg mencatat, dalam 10 tahun terakhir, obligasi di Asia hanya mencatat kerugian 1% setiap September dibanding penurunan hingga 2,1% oleh obligasi di emerging market Amerika Latin.
Arus masuk modal asing diprediksi masih akan berlanjut ke Asia termasuk Indonesia karena nilai investasi di negeri ini masih belum kembali ke masa sebelum prapandemi.
Meski menarik, asing juga masih mewaspadai risiko yang tersisa dari pasar RI. Termasuk perihal transisi pemerintahan yang akan dipukul 'gong' nya pada Oktober nanti di mana kebijakan fiskal akan jadi sorotan penting.
Pada perdagangan hari Senin kemarin, asing untuk pertama kalinya membukukan net sell di SBN setelah empat hari perdagangan beruntun mencetak net buy. Pada Senin, asing melepas Rp562,6 miliar SBN dan membawa posisi kepemilikan oleh asing turun tipis jadi Rp851,74 triliun per 2 September.
(rui)