Logo Bloomberg Technoz

Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT Pakuan Tbk (UANG) yang anjlok 23,4% PT MNC Land Tbk (KPIG) yang jatuh 20,4%, dan PT MNC Financial Services Tbk (BCAP) yang ambruk 16,1%.

IHSG menjadi yang paling ambles dari sekian Bursa Asia yang tertekan dan menetap di zona merah, TW Weighted Index (Taiwan), KOSPI (Korea Selatan), PSEI (Filipina), Shanghai Composite (China), Hang Seng (Hong Kong), KLCI (Malaysia), NIKKEI225 (Tokyo), dan SENSEX (India), yang terpangkas masing-masing 0,64%, 0,61%, 0,58%, 0,29%, 0,23%, 0,09%, 0,04%,, dan 0,01%.

Sementara Bursa Saham Asia lainnya yang ada di zona hijau i.a Shenzhen Comp. (China), SETI (Thailand), TOPIX (Jepang), Straits Times (Singapura), CSI 300 (China), dan Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), yang menguat masing-masing 1,06%, 0,81%, 0,64%, 0,50%, 0,26%, dan 0,19%.

Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam di Asia, jauh mengungguli indeks saham Taiwan dan Korea Selatan, juga China.

Sentimen yang mewarnai laju IHSG adalah datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis data inflasi Indonesia periode Agustus. Hasilnya, Deflasi kembali terjadi.

Pada Senin kemarin, BPS memaparkan terjadi Deflasi 0,03% pada Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Deflasi kembali terjadi, kini menjadi yang keempat bulan berturut-turut.

Putu Rusta Adijaya, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute (TII), mengatakan lemahnya daya beli membuat laju inflasi Tanah Air begitu lambat. 

Dia menilai kebijakan moneter kontraktif Bank Indonesia (BI) yang belum menurunkan suku bunga membuat situasi makin komplikatif.

“Mungkin penyebabnya masih sama oleh bulan sebelumnya, di komponen bergejolak itu terjadi Deflasi,” terang Putu.

Lebih lanjut, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, Deflasi– apapun sebabnya, merupakan hal negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, hal ini menunjukkan Pemerintah tidak berhasil mengantisipasi perubahan.

“Sangat kuat tendensi bahwa deflasi ini dipicu oleh penurunan daya beli, apalagi tren Deflasi ini terjadi sepanjang Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Sangat sulit diterima pandangan bahwa terjadi suplai berlebih pada 4 bulan itu,” ujar Wijayanto kepada Bloomberg Technoz, Selasa.

Menurut dia, pandangan terkait penurunan daya beli ini semakin kuat dengan mencermati indikator lain seperti Purchasing Managers Index (PMI) yang konsisten di zona kontraksi, ada di bawah 50%. 

“Artinya produsen tidak optimis bahwa permintaan terhadap produk mereka akan meningkat,” kata Wijayanto.

(fad)

No more pages