"Prinsipnya, kami peritel itu kan membeli barang produk impor maupun produk lokal, produsennya di Indonesia maupun di luar negeri. Bila di Indonesia produsennya turun terus, penjualannya turun, produksinya tidak ada, yang namanya ritel akan mencari solusi, baik berupa meminta pabrik baru untuk bikin [produksi] atau impor," jelasnya.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa Hippindo masih tetap berupaya keras untuk membantu produsen lokal dengan berbagai inisiatif, salah satunya melalui program yang baru-baru ini diluncurkan adalah program "BINA" (Belanja di Indonesia Aja), yang bertujuan untuk mendorong masyarakat dan turis untuk berbelanja di dalam negeri.
Program ini juga diharapkan dapat meningkatkan jumlah wisatawan domestik dan internasional yang berbelanja di Indonesia, sehingga membantu memulihkan sektor manufaktur dan ekonomi secara keseluruhan.
"Belanja di Indonesia aja itu akan membantu indeksnya itu bisa naik, karena kami akan membuat program agar orang beli uangnya di belikan di Indonesia. Otomatis pabrik-pabrik itu akan terbantukan bila turis banyak yang masuk dan makan, minum, belanja," tuturnya.
"Itu yang kita upayakan baru mulai minggu lalu di-launching, dan itu upaya kami untuk membantu manufaktur." pungkasnya.
Sebagai catatan, kinerja manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi untuk bulan kedua beruntun, dipicu makin turunnya kinerja produksi (output) dan pesanan baru pada Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"Penurunan ekonomi manufaktur Indonesia memburuk selama bulan Agustus, ditandai dengan penurunan paling tajam baik dalam pesanan baru maupun produksi selama tiga tahun," papar Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market, dalam laporan yang dilansir Senin (2/9/2024).
Adapun, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sepakat bahwa pelemahan industri manufaktur disebabkan masuknya barang impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri, terutama sejak Mei 2024.
"Adanya barang impor murah membuat masyarakat lebih memilih produk-produk tersebut dengan alasan ekonomis. Hal ini dapat menyebabkan industri di dalam negeri makin menurun penjualan produknya serta utilisasi mesin produksinya," kata Agus dalam rilis Kementerian Perindustrian, Senin (2/9/2024).
"Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari kementerian/lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur," tegasnya.
(prc/wdh)