Logo Bloomberg Technoz

Pengecer luring yang sudah memenuhi persyaratan ketat untuk barang beredar merasa dirugikan dan tidak bisa bersaing dengan peritel daring yang cenderung lebih ‘bebas’ dalam memasarkan barang yang tidak sesuai standar.

“[Barang-barang di lapak] online yang ilegal ini yang menurut kami mengurangi pertumbuhan sektor ritel. Terutama di [barang-barang] fesyen. Sekarang ini tekstil fesyen [yang dijual di ritel luring] itu kalah harga dengan yang di online,” tuturnya.

Menurutnya, produk-produk ilegal ini tidak hanya mengurangi pertumbuhan sektor industri perdagangan eceran, tetapi juga merugikan konsumen karena tidak memenuhi standar dan regulasi yang berlaku.

Nah, ini harapan kita tuh bisa dilakukan fair play karena kita [peritel luring] bayar pajak dan memenuhi peraturan standarisasi. [Ada syarat] harus pakai bahasa Indonesia, kita ikuti, itu kan biaya. Sedangkan di online suka tidak ikut peraturan," jelasnya. 

Impor Ilegal

Di lain sisi, Budi juga menekankan adanya dampak negatif dari adanya barang-barang impor ilegal  terhadap sektor manufaktur, terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

"Lalu hal ini juga memukul bukan hanya sektor ritel. Jadi yang ilegal ini memukul sektor manufaktur, terutama yang tekstil tadi, karena mereka kan bersaing dengan produk impor yang mungkin harganya murah, bukan yang barang mahal," terangnya.

PMI manufaktur Indonesia sampai dengan Agustus 2024./dok. S&P

Penurunan kinerja manufaktur nasional tecermin dari data laporan terbaru S&P Global, yang mencatatkan bahwa Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia pada Agustus 2024 berada di posisi 48,9, kian merosot dari bulan sebelumnya di level 49,3. Ini sekaligus catatan terburuk kinerja manufaktur dalam 3 tahun.

Indeks PMI diukur dengan angka 50 sebagai penanda zona ekspansi. Bila di angka 50 atau di atasnya, maka aktivitas manufaktur masih ekspansif atau bertumbuh positif. Sebaliknya bila di bawah 50, artinya aktivitas turun atau terkontraksi.

"[Jadi] yang memukul sektor industri kita adalah barang-barang impor murah. Barang global yang di mal itu justru malah kami kekurangan barang, dan karena kami juga impornya susah, karena resmi ini sekarang juga harus banyak peraturan," sambungnya.

Untuk itu, Hippindo mengusulkan adanya pemetaan yang jelas antara barang resmi dan tidak resmi untuk memastikan perbedaan dalam pengaturan dan dukungan agar penjualan retail resmi kian meningkat dan barang-barang non resmi seperti impor ilegal dapat ditekan.

"Sektor manufaktur pasti juga berteriak yang sama, karena kami memberikan order. Peritel global, contohnya Uniqlo, itu memberikan order banyak ke industri dalam negeri. Nah, mereka itu justru sekarang kesulitan bahan baku impor. Itu yang harus dibantu adalah pabrik-pabrik yang resmi, yang bahan bakunya untuk diekspor kembali atau dijual di Indonesia dengan resmi," pungkasnya. 

Suasana di salah satu konter Uniqlo di pusat perbelanjaan Toronto, Kanada. Fotografer: Galit Rodan/Bloomberg

Sebagai catatan, kinerja manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi untuk bulan kedua beruntun, dipicu makin turunnya kinerja produksi (output) dan pesanan baru pada Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Panelis S&P melaporkan bahwa permintaan pasar lebih lemah dibandingkan dengan Juli dan faktor utama yang mendorong pesanan baru lebih rendah. Penurunan pesanan luar negeri juga makin cepat, mencapai yang tertajam sejak Januari 2023.

Kendala logistik dan penurunan stok di vendor menyebabkan waktu tunggu yang lebih lama untuk pengiriman, sementara harga bahan baku terus meningkat akibat nilai tukar yang tidak menguntungkan.

Merespons laporan terbaru PMI tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sepakat bahwa pelemahan industri manufaktur disebabkan masuknya barang impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri, terutama sejak Mei 2024.

"Adanya barang impor murah membuat masyarakat lebih memilih produk-produk tersebut dengan alasan ekonomis. Hal ini dapat menyebabkan industri di dalam negeri makin menurun penjualan produknya serta utilisasi mesin produksinya," kata Agus dalam rilis Kementerian Perindustrian, Senin (2/9/2024).

"Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari kementerian/lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur," tegasnya.

(wdh)

No more pages