Berkaca pada situasi tersebut, menurutnya, untuk mengembalikan laju manufaktur ke jalur ekspansif, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, pentingnya transisi kepemimpinan yang lancar tanpa gangguan sosial-politik yang signifikan.
Kedua, perlu ada stimulasi di sisi produktif, termasuk kemudahan dalam memperoleh bahan baku impor, akses pembiayaan yang terjangkau, serta deregulasi dan fasilitasi perizinan investasi.
Ketiga, pengamanan daya beli pasar. Hal ini bisa dilakukan melalui pengendalian inflasi kebutuhan pokok dan stimulus konsumsi untuk kelas menengah.
"Pelaku usaha sudah berusaha keras untuk mempertahankan kinerja, dari peningkatan efisiensi hingga menyeimbangkan produksi dengan permintaan pasar. Namun, ada banyak faktor di luar kendali kami, seperti lemahnya permintaan pasar domestik dan berbagai kendala regulasi," ungkap Shinta.
Dengan demikian, Shinta menekankan bahwa tidak ada "magic solution" untuk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional tanpa perubahan ekosistem kebijakan yang holistik.
"Jadi semua solusi membutuhkan kerjasama pemerintah dengan pelaku usaha terkait untuk me-review kebijakan-kebijakan industri yang ada saat ini, agar sesuai denga kebutuhan daya saing industri manufaktur nasional sesuai dengan tuntutan demand pasar dalam dan luar negeri."
"Tidak bisa instan, perlu waktu dan perlu berproses bersama secara berkesinambungan agar upaya peningkatan daya saing industri nasional bisa terjadi secara sustainable," pungkasnya.
Sebagai catatan, kinerja manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi untuk bulan kedua beruntun, dipicu makin turunnya kinerja produksi (output) dan pesanan baru pada Agustus dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
"Penurunan ekonomi manufaktur Indonesia memburuk selama bulan Agustus, ditandai dengan penurunan paling tajam baik dalam pesanan baru maupun produksi selama tiga tahun," papar Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market, dalam laporan yang dilansir Senin (2/9/2024).
"Tidak mengherankan, perusahaan merespons dengan memangkas jumlah karyawan, meskipun banyak yang ingin mencatat bahwa hal ini bersifat sementara. Hal ini mungkin mencerminkan keyakinan bahwa kondisi operasional akan membaik, dan keyakinan secara keseluruhan tetap positif meskipun sedikit melemah sejak Juli," lanjutnya.
Dalam setiap kasus, menurut laporan S&P, tingkat kontraksi dalam kinerja manufaktur Indonesia adalah yang paling tajam sejak Agustus 2021.
Panelis S&P melaporkan bahwa permintaan pasar lebih lemah dibandingkan dengan Juli dan faktor utama yang mendorong pesanan baru lebih rendah. Penurunan pesanan luar negeri juga semakin cepat, mencapai yang tertajam sejak Januari 2023.
Kendala logistik dan penurunan stok di vendor menyebabkan waktu tunggu yang lebih lama untuk pengiriman, sementara harga bahan baku terus meningkat akibat nilai tukar yang tidak menguntungkan.
Meski demikian, inflasi harga input mulai mereda meskipun tetap tinggi, dan perusahaan terus menaikkan biaya output secara moderat. Ini menandakan bahwa inflasi di sektor manufaktur masih berlangsung, kini memasuki bulan ke-14 berturut-turut.
Ke depan, meskipun tingkat keyakinan produsen sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya, para produsen tetap optimis bahwa produksi akan meningkat dalam satu tahun mendatang. Selain itu, produsen berharap situasi ekonomi akan stabil, memungkinkan peningkatan produksi dan pesanan baru.
(prc/wdh)