Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Executive Director Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menyarankan pemerintah mempertimbangkan penerapan kebijakan bebas pajak pertambahan nilai (PPN) 100% untuk rumah dalam jangka waktu yang lebih panjang, atau bahkan menjadikannya sebagai kebijakan permanen atau tetap.

Hal ini menyusul adanya kebijakan pemerintah yang akan kembali memperpanjang insentif PPN sebesar 100% untuk pembelian properti hingga Desember 2024.

"Sebaiknya pemerintah membuat aturan bebas PPN 100% untuk rumah di bawah Rp2 miliar pada periode yang lebih panjang, kalau perlu seterusnya diberlakukan bebas PPN," kata Ali kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (2/9/2024).

Menurut Ali, kebijakan ‘tambahan’ ini diperkirakan membuat pasar properti sedikit kebingungan. Dalam wawancaranya dengan beberapa pengembang, dia menyebut sebagian berpendapat kebijakan perpanjangan ini malah membuat pasar menjadi tidak menentu. 

Suasana pembangunan perumahan di kawasan Cileungsi, Kab Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

"Sebagian juga tidak terlalu mempedulikan dan tidak memanfaatkan kebijakan ini. Pasalnya konsumen yang telah memesan rumah [belum akad] pada periode Juli—Agustus menunda pembeliannya sambil menunggu kepastian PMK untuk insentif 100% PPN yang direncanakan berlaku 1 September 2024," ujarnya.

Di kalangan pengembang pun, kata Ali, respons atas perpanjangan kebijakan bebas PPN tersebut tidak semarak seperti saat insentif tersebut diberikan pada masa pandemi. Data Indonesia Property Watch menunjukkan kenaikan hanya 4,36% untuk penjualan rumah melalui ready stock.

"Namun, penjualan rumah ready stock ini bukan sengaja dibangun oleh pengembang melainkan rumah ready yang batal pembelian dan dijual kembali. Jadi sebagian besar pengembang relatif tidak memanfaatkan kebijakan ini. Selain itu juga kalangan menengah yang menurun daya belinya tidak terlalu fokus untuk pembelian rumah.

Meski masih dalam tahap persiapan untuk peraturan menteri keuangan (PMK) tahapan selanjutnya, kebijakan ini sebelumnya telah tertuang dalam PMK No.7/2024 yang berlaku tanggal 13 Februari 2024.

Dengan demikian, mengacu pada PMK tersebut, PPN yang ditanggung oleh pemerintah sesuai Pasal 2 ayat 1 yakni rumah tapak dan satuan rumah susun.

"Rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan: a. Harga Jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan b. merupakan rumah tapak baru atau satuan rumah," tulis Pasal 4 ayat 1 PMK tersebut.

Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat 1 PMK ini, PPN DTP yang diberikan terbagi atas dua periode. Untuk penyerahan rumah periode 1 Januari 2024 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 100% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

PPN DTP diberikan atas DPP maksimal Rp2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp5 miliar.

Mengacu kepada Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, kinerja sektor konstruksi pada triwulan II-2024 tumbuh 7,29%, membaik dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,23%.

Di saat yang sama, sektor perumahan pada triwulan II-2024 tumbuh 2,16%, tercatat meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 0,96%.

Pemerintah mengklaim pertumbuhan tersebut dipengaruhi dengan kebijakan insentif PPN DTP sektor perumahan yang diberikan sebesar 100%.

Selain sektor perumahan, aktivitas belanja modal terkait penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), telah mendorong pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan II 2024.

Adapun, Kementerian Keuangan melaporkan hingga semester I-2024 terdapat 22.440 unit rumah yang dalam pembeliannya memanfaatkan insentif PPN DTP sebesar 100%.

(prc/wdh)

No more pages