Jacobs menjelaskan ia, “bias terhadap pergerakan dollar [AS] dalam jangka pendek.” pasalnya Bloomberg Dollar Spot Index telah mencatatkan penurunan lebih dari 10% sejak September, atau saat level paling tinggi tercipta sepanjang sejarah.
Para manajer investasi akan membeli lebih banyak Yuan, jika mata uang mengalami pelemahan ke level 7, kata Pictet yang berkantor di London, dalam sebuah wawancara minggu lalu.
Pencapaian terbaik Yuan adalah naik 0,3% pada tahun ini. Yuan relatif tertinggi dibanding negara-negara lain di Asia, yang mengalami tren peningkatan nilai kurs pada mata uang mereka. Pelaku pasar masih menanti lebih banyak sinyal untuk meyakinkan bahwa ekonomi negara telah kembali membaik.
Berdasarkan data bulan lalu, tampak sinyal pertumbuhan lebih banyak muncul. Ekspor melampaui perkiraan. Pun demikian dengan raihan ekspansi kredit yang naik.
Tekanan lebih tinggi terjadi pada bank sentral Jepang (Bank of Japan), yang harus sesegera mungkin menuntaskan program kontrol kurva imbal hasil mereka karena dapat berdampak pada penjualan the greenback. Kekuatan mata uang Yen Jepang sangat mungkin mendorong kenaikan pada pasar kurs di China, dan berujung pada Yuan yang terdorong naik, kata Jacobs.
Dengan kondisi pasar keuangan dunia, khususnys pengetatan tingkat bunga AS telah mencapai pucuk, membuat mata uang uang sejumlah negara berkembang berada pada titik “extreme” yang undervalued. Para manajer investasi akan kelebihan dana atas penempatan obligasi mereka di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Brazil. Kondisi di keempat negara ini diketahui peningkatan suku bunga relatif tertahan.
(bbn)