Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan hasil pertemuan dari pertemuan tingkat tinggi Musim Semi Dana Moneter Internasional (IMF)- Bank Dunia 2023 di Amerika Serikat yang digelar akhir pekan lalu.

Menurutnya, seluruh para petinggi ekonomi sejumlah negara sepakat bahwa inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga masih akan terus menghantui perekonomian global hingga jangka waktu yang lama.

"Tahun 2023 adalah tahun yang berat, pelemahan ekonomi akan terjadi di negara maju dan mengalami kenaikan suku bunga akibat inflasi yang melemahkan perekonomian mereka," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (17/4/2023).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan volatilitas dan gejolak harga komoditas masih akan mendominasi dan mempengaruhi kondisi ekonomi sejumlah negara. Terlebih negara-negara yang memiliki pangsa ekspor ke negara-negara yang mengalami kemunduran laju ekonomi.

"Meskipun trennya mengalami penurunan, namun banyak negara yang tidak memiliki cukup ruang untuk menjaga diri dari volatilitas harga komoditas," katanya.

Ia menuturkan pemulihan ekonomi global menghadapi tantangan yang masih berlangsung. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2023 akan mencapai 2,8%, lebih lemah dari proyeksi Januari tahun ini. Proyeksi ini juga lebih rendah dari angka pertumbuhan tahun 2022 yang mencapai 3,4%.

Sementara itu tahun ini, Sri Mulyani mengatakan tingkat inflasi diperkirakan akan masih tinggi. IMF memproyeksikan inflasi global tahun ini mencapai level 7% tahun ini, dan mungkin baru akan turun tahun depan.

Sri Mulyani lantas membandingkan inflasi Indonesia dengan negara lain. Berdasarkan bahan paparannya, inflasi Indonesia masih lebih baik dibandingkan Amerika Serikat 5%, Kanada 5,2%, Prancis dan India 5,7%, Singapura 6,3%, Eropa dan Meksiko 6,9%, serta Afrika Selatan 7%.

Kemudian inflasi Jerman 7,4%, Filipina 7,6%, Italia 7,7% Australia 7,8% dan Inggris 10,4%. Bahkan inflasi Argentina tembus 104,3% dan Turki 50,5%.

"Inflasi masih akan tingi dalam jangka yang masih panjang. Higher for longer untuk inflasi dan suku bunga yang menyebabkan perlemahan ekonomi. Namun Indonesia termasuk negara yang masih bisa menjaga perekonomiannya," katanya.

(evs)

No more pages