“Ada urgensi saat ini, karena tahun ini membuktikan bahwa dampak perubahan iklim tidak dapat diremehkan. Ini mulai mengubah pasar itu sendiri,” kata Andrea Illy, CEO Illycaffe SpA, dalam sebuah wawancara.
Perusahaan keluarga Illy, yang didirikan pada tahun 1933, telah memasuki kembali negara-negara di Afrika bagian timur dan selatan tempat mereka biasa membeli biji kopi, dan memperluas pembelian dari para pemasok di luar Brasil dan Vietnam. Pedagang kopi Volcafe Ltd. pada bulan Mei mendapatkan pendanaan sebesar US$60 juta untuk meningkatkan bisnis di Afrika Timur. Starbucks Corp telah mendistribusikan pohon dan berinvestasi dalam bentuk pinjaman kepada para produsen di Peru, Rwanda, dan Tanzania.
Perusahaan roaster kopi Eropa Lavazza SpA sedang dalam proyek 20 tahun untuk membantu menghidupkan kembali industri kopi Kuba, yang meredup setelah Revolusi Kuba di tahun 1950-an.
Nestle SA's Nespresso mengumumkan investasi senilai US$20 juta di industri kopi Republik Demokratik Kongo pada awal tahun ini. Perusahaan telah menghabiskan 60 juta franc Swiss (sekitar US$71 juta) selama lima tahun terakhir sebagai bagian dari program Reviving Origins, yang bertujuan untuk memulihkan produksi kopi di berbagai daerah seperti Uganda, Zimbabwe dan Kuba.
“Melestarikan kopi-kopi istimewa dari situasi yang tidak menguntungkan seperti konflik, bencana ekonomi atau lingkungan, serta memastikan masa depan bagi para petani yang memproduksinya merupakan bagian penting dari bisnis kami,” kata juru bicara Nespresso.
Semua ini tidak akan memangkas harga di kedai kopi, setidaknya tidak dalam waktu dekat. Produsen yang lebih kecil tidak memiliki skala ekonomi seperti yang dimiliki Brasil dan Vietnam, dan sering kali mengandalkan pertanian keluarga dengan memanen tangan. Efisiensi produksi dan harga lebih rendah yang mereka tawarkan adalah alasan mengapa industri ini sangat bergantung pada dua negara tersebut.
Namun, konsumen saat ini bersedia membayar lebih mahal untuk kopi-kopi kelas atas dan berasal dari perkebunan kecil dibandingkan sebelumnya, kata Peter Radosevich, kepala penjualan internasional untuk importir yang berbasis di California, Royal Coffee Inc.
Sejak konsumsi kopi bergeser ke dalam rumah selama pandemi Covid-19, peminum kopi menjadi “lebih cerdas dan menuntut kualitas yang lebih tinggi,” serta variasi dan keterlacakan, katanya.
Produsen yang lebih kecil telah lama diasosiasikan dengan “specialty coffee” - biji kopi yang memiliki nilai amat tinggi dalam hal kualitas mulai dari aroma hingga rasa. Laporan National Coffee Association pada bulan Juni menemukan bahwa hampir separuh orang dewasa AS sekarang minum kopi spesial setiap hari, melampaui pilihan pasar massal untuk pertama kalinya.
Pergeseran ke minuman berbasis espresso telah mendorong para peminum untuk lebih memikirkan cita rasa dari secangkir kopi harian mereka, kata Xavier Alexander, co–founder Metric Coffee yang berbasis di Chicago, yang mengambil bahan baku dari berbagai negara seperti Peru dan Honduras.
Negara-negara dengan produksi kecil menuai manfaatnya. Honduras, misalnya, telah meningkatkan produksi kopi, meskipun para petani menghadapi margin lebih ketat karena kenaikan biaya produksi, kata Miguel Pons, presiden eksekutif asosiasi eksportir kopi negara itu.
Negara-negara ini masih merupakan bagian kecil dari pasokan dunia, tetapi hasil produksi meningkat “karena dianggap jauh lebih menguntungkan bagi para petani secara umum,” kata Praewa Boonyawan, seorang produsen di Thabdheva Thapthai Co di Thailand utara. “Tentu saja ada permintaan yang lebih tinggi di sisi konsumen.”
Namun, untuk menjaga momentum tetap berjalan, perusahaan kopi perlu terus menambah nilai bagi pelanggan dengan menggembar-gemborkan sumber langsung dan keberlanjutan, atau menekankan interaksi personal dan manusiawi di masa depan dengan mengunjungi kedai kopi jadul, kata Matthew Barry, seorang manajer insight F&B di firma riset Euromonitor International.
Jika tidak, konsumen mungkin akan beralih ke minuman yang lebih terjangkau dan “mudah”, seperti kopi kalengan dingin, kata Barry. “Belanja bahan makanan membuat stres akhir-akhir ini,” katanya. “Membeli kopi seharusnya tidak demikian.”
Harga yang lebih tinggi di sepanjang rantai pasokan kemungkinan besar akan bertahan. Jika harga turun, petani kecil akan memiliki insentif yang lebih kecil untuk menanam kopi—yang pada akhirnya akan mengetatkan pasokan dan membuat harga kembali naik, ujar Jay Kling, direktur kopi di Irving Farm New York. “Sejujurnya, saya berharap harga kopi tetap tinggi dalam jangka panjang, karena itulah yang dibutuhkan industri ini saat ini.”
(bbn)