Sebanyak 300 saham mengalami kenaikan, dan ada 269 saham melemah. Sedangkan ada 211 saham tidak bergerak.
Saham-saham teknologi, saham infrastruktur, dan saham transportasi jadi yang tertinggi penguatannya hari ini, melesat dengan kenaikan 0,74%, 0,70%, dan 0,67% secara masing-masing. Disusul oleh saham energi yang terbang 0,36% dan saham keuangan menguat 0,18%.
Adapun saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Tanah Laut Tbk (INDX) yang melesat 29,2%, PT Pakuan Tbk (UANG) melonjak 22,5%, dan PT Asia Sejahtera Mina Tbk (AGAR) melejit 21,1%
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Aman Agrindo Tbk (GULA) yang jatuh 24,6%, PT Inter Delta Tbk (INTD) ambruk 18,5%, dan PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk (BEER) anjlok 17,7%.
Pada Rabu, Shenzhen Comp. (China), dan Hang Seng (Hong Kong), memimpin penguatan dengan melesat 3,21% dan 2,04%.
Disusul oleh, CSI 300 (China), Shanghai Composite (China), KOSPI (Korea Selatan), Straits Time (Singapura), SETI (Thailand), TW Weighted Index (Taiwan), dan KLCI (Malaysia), yang masing-masing berhasil menguat 2,01%, 1,37%, 0,84%, 0,68%, 0,34%, 0,31%, dan 0,30%.
Bursa Saham Asia lainnya juga kompak menapaki jalur hijau, i.a Topix (Jepang), PSEI (Filipina), dan Nikkei 225 (Tokyo), mencapai 0,28%, 0,24%, dan 0,20%.
Cerahnya IHSG dan Bursa Saham Asia efek langsung euforia dari terbitnya data pertumbuhan Amerika Serikat (AS) yang optimistis, mencerminkan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sedang ‘Merekayasa’ apa yang disebut soft landing untuk ekonomi.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, sentimen positif Federal Reserve akan melonggarkan kebijakan karena menjinakkan inflasi tanpa ekonomi jatuh ke dalam resesi, jadi katalis perdagangan hari ini.
Ekonomi AS tumbuh pada kecepatan yang sedikit lebih kuat pada Kuartal II-2024 daripada data sebelumnya, mencerminkan revisi ke atas pada belanja konsumen yang lebih dari sekadar mengimbangi aktivitas yang lebih lemah dalam kategori lain.
“Menurut saya, Ekonomi sedang sehat di mana The Fed dapat mulai memangkas suku bunga bukan karena risiko resesi, tetapi karena deflasi,” kata Ron Temple, Kepala Strategi Pasar di Lazard Asset Management di Bloomberg TV.
“Kita mengalami perlambatan dari ekonomi yang sangat kuat menjadi ekonomi yang kuat dan saya tidak melihat bukti risiko resesi meningkat secara signifikan,” jelasnya.
(fad/wdh)