Logo Bloomberg Technoz

Setelah keberhasilan program biodiesel, kata BMI, pemerintah sekarang memang berupaya memproduksi etanol di dalam negeri untuk meluncurkan bensin campuran etanol alias bioetanol.

Pada Juli 2023, PT Pertamina (Persero) telah meluncurkan penjualan E5, Pertamax Green 95, yakni BBM yang dicampur dengan 5% bioetanol, di beberapa stasiun bahan bakar eceran di Jakarta dan Surabaya.  

Selain itu, BMI juga memperkirakan kemajuan yang terbatas dalam jangka menengah karena pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 40/2023 untuk meningkatkan 1,2 miliar liter etanol tebu pada 2030.

Kapasitas Rendah

Saat ini, kata BMI, Indonesia hanya memiliki satu pabrik etanol dengan kapasitas produksi 690 barel per hari di Jawa Timur, jauh lebih rendah dari kapasitas produksi biodiesel sebesar 349.000 barel per hari.

“Investasi yang signifikan akan diperlukan untuk memperluas perkebunan tebu dan kapasitas produksi etanol. Jika tidak, Indonesia perlu mengimpor etanol untuk memenuhi mandat di masa mendatang.”

Mengingat kurangnya kapasitas produksi etanol, kecil kemungkinan BBM konvensional untuk digantikan oleh etanol dalam waktu dekat.

Di lain sisi, pertumbuhan permintaan bensin jangka panjang Indonesia diperkirakan tetap tinggi, meski melambat karena pemerintah berupaya untuk melakukan diversifikasi dari bahan bakar fosil.

BMI memproyeksikan pertumbuhan permintaan menjadi rata-rata 2% tahun ke tahun atau year on year (yoy) selama tiga tahun hingga 2026, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3%.

Konsumsi BBM olahan pada 2024 akan tetap didukung oleh permintaan berkelanjutan untuk solar, bensin, LPG, dan bahan bakar jet.

Namun, laju pertumbuhan permintaan BBM diperkirakan akan melambat karena pemerintah menerapkan langkah-langkah seperti meningkatkan pasokan gas alam untuk industri listrik untuk mendorong transisi energi dan mengurangi pertumbuhan permintaan bahan bakar dengan memangkas subsidi bahan bakar.

Selain itu, meningkatnya penggunaan biofuel di sektor transportasi akan mengikis permintaan untuk solar kilang, yang merusak prospek jangka panjang untuk pertumbuhan permintaan bahan bakar.  

“Kami memproyeksikan total konsumsi bahan bakar Indonesia akan tetap relatif stabil di kisaran 1,7—1,76 juta BOPD dari 2024 hingga 2026," papar BMI.

Ilustrasi bahan bakar berbasis bauran bioetanol./Bloomberg-Si Barber

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan Indonesia membutuhkan bioetanol sebanyak 2 juta kilo liter (kl)/tahun jika pemerintah memutuskan untuk menerapkan bauran bensin dengan bioetanol 5% (E5), yang merupakan calon pengganti Pertalite/Pertamax. 

Namun, saat ini, Indonesia hanya memiliki 2 pabrik yang mampu memproduksi bioetanol dengan kualitas bahan bakar (fuel grade) sebanyak 40.000 kl/tahun.

Indonesia padahal sudah memiliki 11 pabrik dengan kapasitas 400.000 kl/tahun, di mana 40.000 kl/tahun di antaranya merupakan bioetanol fuel grade dan sisanya dengan kualitas makanan (food grade).

“Bioetanolnya sendiri 2 juta kl/tahun, jika diterapkan E5, belum ada bensinnya. Dari 400.000 kl/tahun terdiri dari 11 pabrik, dari kapasitas tersebut hanya 40.000 kl/tahun yang kualitas fuel grade 99,8%. [Sebanyak] 400.000 kl/tahun itu total food grade 95%,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi kepada Bloomberg Technoz.

Eniya tidak menampik bahwa Indonesia memiliki rencana menambah bauran bioetanol hingga 20% pada 2025.

Hal tersebut mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM No. 12/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.

Namun, Eniya mengatakan peraturan tersebut belum bisa berjalan karena adanya kendala dalam harga dan cukai yang hingga saat ini masih diterapkan pada etanol, yang merupakan bahan baku bioetanol.

Adapun, cukai etanol termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 160/2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.

Berdasarkan beleid tersebut, etanol tanpa golongan dalam kadar berapapun dikenakan cukai Rp20.000/liter untuk produksi dalam negeri dan luar negeri.

(dov/wdh)

No more pages