“Saran ke yang bikin kebijakan, mending terang-terangan aja bilang, “iya kami mau mendorong semua orang naik transportasi pribadi. Peduli se**n ama pengguna transportasi publik,” tulis Arief Sujatmoko di medsos Instagram.
“Kenapa sih? Yang bikin aturannya juga belum tentu naik transportasi publik. Kalau ngadi-ngadi suka bikin instigfar 1 negara,” Faya Fitria, pemilik akun @vyftr_, dikutip Jumat (30/8/2024).
Subsidi KRL masuk dalam kelompok penggelontoran dana PSO kereta api. Kemenhub melalui Ditjen Perkerataapian (DJKA) menyatakan kebijakan bertahap ini punya tujuan agar subsidi tepat sasaran.
“[Namun,] DJKA memastikan belum akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat. Dalam hal ini, skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan,” tegasnya melalui pernyataan tertulis, Kamis (29/8/2024).
Dirjen DJKA Risal Wasal mengatakan bahwa subsidi tarif KRL dengan NIK sebagai pedoman masih harus dibahas lebih lanjut, dan “matinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan.”
Rencana skema penyaluran subsidi KRL terkuak di dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Tertuang total subsidi nonenergi untuk kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO) dipagu senilai Rp7,96 triliun, naik 0,9% dari outlook Tahun Anggaran 2024 yang berjumlah Rp7,88 triliun.
Secara terperinci, subsidi tersebut akan digunakan termasuk untuk PSO transportasi, di mana PT Kereta Api Indonesia (KAI) dijatah subsidi PSO senilai Rp4,79 triliun untuk layanan KA ekonomi jarak jauh, jarak sedang, jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, kereta rel diesel (KRD) ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodetabek.
(dec/wep)