Logo Bloomberg Technoz

Selama akhir pekan lalu, sekitar 300 pekerja yang mogok di tambang yang dioperasikan Lundin Mining Corp kembali bekerja. Sepekan sebelumnya, serikat pekerja utama di tambang raksasa Escondida yang dijalankan oleh BHP Group meratifikasi pakta perburuhan setelah penghentian selama tiga hari.

Antofagasta Plc mencapai kesepakatan upah awal dengan serikat pekerja utama di fasilitasnya di Centinela, menyelesaikan pembicaraan perusahaan untuk tahun ini.

Namun, masih ada beberapa kontrak yang tertunda — termasuk di tambang El Teniente milik Codelco yang luas — dengan total sekitar 752.000 metrik ton pasokan, menurut data yang dikumpulkan oleh BTG Pactual. Akan tetapi, jumlah itu turun dari 3,35 juta ton yang berisiko pada awal tahun.

“Risiko pasokan yang berasal dari aksi mogok kerja mulai berkurang karena sebagian besar perjanjian kerja kolektif 36 bulan telah dipenuhi,” kata analis BTG Pactual Cesar Perez-Novoa dalam tanggapan tertulisnya.

Perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk mendapatkan kontrak yang ditandatangani, meskipun penurunan harga tembaga dari rekor tertinggi pada Mei mungkin telah membantu meyakinkan pekerja untuk mendapatkan kesepakatan.

Bagi pasar, berkurangnya risiko pemogokan di Cile akan membantu meredakan kekhawatiran atas ketatnya pasokan konsentrat tembaga — bahan baku yang digunakan untuk memasok peleburan atau smelter.

Pekerja di pabrik pengecoran tembaga./Bloomberg-Oliver Bunic

Surplus Sementara

Kendati demikian, Rizal mengatakan saat ini tembaga masih berpotensi mengalami surplus sementara karena karena pengaruh dari permintaan China yang stagnan.

Adapun, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang berkontribusi terhadap produksi tembaga, meskipun hanya sebesar 6% dari total keseluruhan produksi global sebesar 15,5 juta ton.

“Produksi tembaga di Indonesia terutama dari tambang PT Freeport Indonesia [PTFI] di Papua, Amman Mineral di Nusa Tenggara Barat dan Merdeka di Wetar Island dengan tingkat produksi sekitar 915.000 ton tembaga secara tahunan,” ujarnya.

Rizal mengatakan Indonesia akan menjadi negara yang diuntungkan bila kondisi defisit (shortfall) tembaga di dunia terjadi.

Rizal menggarisbawahi cadangan bijih tembaga di PTFI diproyeksikan bisa bertahan hingga 2061—2064 atau 37—40 tahun mendatang dengan proyeksi sekitar 4 miliar ton.

Terlebih, bila PTFI melanjutkan eksplorasi lanjutan yang pastinya akan meningkatkan jumlah cadangan dan akan menambah umur tambangnya.

“Tentu saja kalau terjadi shortfall tembaga global akan menguntungkan Indonesia karena harga akan bergerak naik. Pemerintah bisa memperoleh devisa negara dan pendapatan negara baik dari pajak dan nonpajak,” ujar Rizal.

Berdasarkan catatan PTFI, penerimaan negara dari perusahaan pengelola tambang Grasberg, Papua itu bakal menembus Rp1.200 triliun pada 2041 atau saat habisnya masa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) saat ini.

Pergerakan harga tembaga di LME./dok. Bloomberg

Harga Naik

Sebelumnya, Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga mereka terhadap logam tembaga tahun ini menjadi US$12.000/ton, dipicu risiko yang makin nyata akan terjadinya kelangkaan pasokan komoditas tersebut. 

Outlook harga tembaga Goldman tersebut naik US$2.000 atau 20% dari estimasi awal senilai US$10.000/ton. Lembaga keuangan tersebut juga terus melihat tren penguatan harga tembaga rata-rata sebesar 50% pada 2025.

Goldman Sachs melandasi kenaikan outlook itu pada proyeksi kelangkaan pasokan tembaga yang mulai terjadi pada tahun ini. Segmen konsentrat tembaga dinilai bergerak ke dalam kondisi pasokan yang sangat ketat.

“Solusi pasokan tambang jangka pendek, satu-satunya cara untuk mempertahankan fungsi pasar konsentrat, adalah melalui penjatahan permintaan,” tulis laporan Goldman Sachs dalam laporannya sebagaimana dikutip melalui Forexlive.

Perkiraan permintaan pasokan terbaru menunjukkan defisit tembaga sebesar 454.000 ton pada tahun ini, meningkat dari proyeksi defisit sebelumnya sebesar 428.000 ton.

Proyeksi defisit juga berlanjut sebesar 467.000 ton pada 2025, meningkat dari proyeksi defisit sebelumnya sebesar 413.000 ton.

“Dengan berakhirnya fase surplus musiman, kami memperkirakan akumulasi defisit akan membangun momentum pada pertengahan, dan khususnya semester kedua, tahun ini," papar Goldman.

Mengingat jumlah stok yang terlihat hanya di atas 600.000 ton, potensi pengetatan stok tembaga pada semester II-2024 dinilai masih tetap ada dan akan membawa pasar ke tahap kehabisan pasokan pada kuartal keempat.

“Meskipun kami melihat fase konsolidasi harga dalam jangka pendek kemungkinan besar terjadi, mengingat pasar fisik mencerna respons jangka pendek terhadap lingkungan LME yang lebih tinggi, hal ini akan berlangsung relatif singkat," tulis Goldman.

“Mengingat defisit yang lebih besar, kami meningkatkan target akhir tahun untuk tembaga menjadi US$12.000/ton dari US$10.000/ton, sekaligus menaikkan perkiraan harga rata-rata setahun penuh menjadi U$9.800/ton, dari sebelumnya US$9.200 dan mempertahankan rata-rata U$15.000/ton pada 2025.”

(dov/wdh)

No more pages