Logo Bloomberg Technoz

'Ujian' Kelas Menengah pada 2025 Kian Berat Bila Tarif KRL Naik

Ruisa Khoiriyah
30 August 2024 08:00

Penumpang KRL menunggu keberangkatan kereta di Stasiun Manggarai, Selasa (30/5/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Penumpang KRL menunggu keberangkatan kereta di Stasiun Manggarai, Selasa (30/5/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rencana pemerintah mengubah skema penyaluran subsidi bagi layanan transportasi kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) mulai 2025, bisa memperpanjang beban kelas menengah dan kelas menuju menengah (aspiring middle class) di Indonesia yang sudah mengalami tekanan daya beli lebih dari setahun terakhir.

Pengubahan skema subsidi itu berpotensi memantik perubahan tarif transportasi publik KRL, setelah sebelumnya banyak tersiar kabar usulan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuterline pada Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu. 

Kenaikan tarif transportasi publik di tengah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) serta makin mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertamax ketika konsumsi Pertalite juga telah dibatasi, bisa menjadi kombinasi 'pahit' yang semakin menekan kekuatan daya beli kelas menengah yang merupakan mayoritas konsumen di Tanah Air.

Mengacu pada data yang pernah dilansir oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) seperti dilansir media lokal, pada 2023, KRL Jabodetabek mencapai 290,89 juta penumpag, naik 35% dibandingkan dengan 2022, meski masih di bawah angka sebelum pandemi.

KRL berhenti di Stasiun Bekasi. (Bloomberg Technoz/Herdaru Purnomo)

Saban hari, hampir satu juta orang di kawasan Jabodetabek di hari kerja memakai moda transportasi ini untuk mendukung mobilitas dari rumah ke tempat kerja atau ke tempat lain.