Amalia juga mengungkapkan terjadi perubahan prioritas pengeluaran kelas menengah dalam 10 tahun terakhir, tercermin dengan menurunnya proporsi pengeluaran kelas menengah untuk makanan dan minuman.
Pada tahun 2014 tercatat sebesar 45,54% pengeluaran kelas menengah diperuntukan untuk makanan dan minuman. Namun pada saat ini, hanya sebesar 41,67% pengeluaran kelas menengah yang diperuntukan untuk makanan dan minuman.
“Kemudian perumahan tadinya [2014] lebih dari 32% sekarang [2024] hanya 28,5%, tapi ada tambahan pengeluaran seperti untuk keperluan barang jasa lainnya,” tutur Amalia.
Meski demikian, secara umum prioritas pengeluaran kelas menengah masih diperuntukan untuk makanan dan minuman, perumahan, dan jasa lainnya.
Lebih lanjut, Amalia juga memaparkan bahwa modus pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya.
Berdasarkan bahan presentasinya, pada tahun ini batas atas pengelompokan kelas masyarakat adalah 17 x garis kemiskinan yakni sebesar Rp9.909.844.
Sementara batas bawah pengelompokan kelas adalah 3,5 x garis kemiskinan yaitu senilai Rp2.040.262. Dengan demikian, modus pengeluaran penduduk di 2024 tercatat sebesar Rp2.056.494.
Menurut dia, hal tersebut mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk beranjak ke kelas atas dan rentang untuk jatuh ke kelompok kelas menengah bahkan menuju kelompok miskin.
“Kalau kita lihat dari modus kelas menengah dari batas bawah dan batas atas memang sebagian besar penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokkan kelas menengah bawah,” papar Amalia.
(azr/lav)