Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan informasi dari pelaku pasar yang mengetahui rencana ini, Maybank membidik dua entitas sekaligus, yakni PT Panin Financial Tbk (PNLF) dan PT Panin Bank Tbk (PNBN).

Itu merupakan bagian dari shareholders' action, dan hal ini merupakan urusan pemegang saham,"

Direktur Utama PNBN Herwidayatmo

Maybank dikabarkan memberi penawaran dua kali nilai buku atau price to book value (PBV).

Pada saat yang bersamaan, Panin Financial (PNLF) juga memang memiliki bisnis asuransi. Segmen ini dijalankan oleh PT Panin Dai-Ichi Life.

Manajemen Maybank belum bisa memberikan tanggapannya terkait isu tersebut.

Direktur Utama PNBN Herwidayatmo mengaku belum mendengar kabar tersebut. Isu akuisisi ada di ranah pemegang saham.

"Itu merupakan bagian dari shareholders' action, dan hal ini merupakan urusan pemegang saham," kata Herwidayatmo kepada Bloomberg Technoz belum lama ini.

Musim M&A Industri Asuransi?

Analis Algo Research Alvin Baramuli menilai, tak mengherankan isu M&A di industri asuransi mulai menggeliat.

Pasalnya, industri ini kerap terabaikan dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya seperti perbankan atau multifinance.

"Dalam 5 tahun terakhir, pertumbuhan premi telah cenderung terbenam dan penetrasi pasar terus menurun. Ditambah dengan meningkatnya klaim karena melemahnya kualitas aset, industri asuransi secara keseluruhan memang sedang berjuang," jelas Alvin.

Kondisi itu yang juga memancing Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK 23/2023 pada akhir tahun lalu. 

Suasana pelayanan kontak 157 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Rabu (20/12/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Akibatnya, OJK memberlakukan persyaratan modal minimum untuk memberi insentif kepada pelaku usaha kecil untuk melakukan konsolidasi atau dijual ke perusahaan yang lebih besar guna menciptakan efisiensi & skalabilitas yang lebih baik.

Beleid tersebut mengatur tentang ekuitas atau modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi yang bakal naik secara bertahap. Peningkatan ekuitas minimum dibagi menjadi dua tahap.

Tahap pertama, setiap perusahaan asuransi wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 250 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp 100 miliar, perusahaan reasuransi Rp 500 miliar dan perusahaan reasuransi syariah Rp 200 miliar. Ekuitas minimum ini harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2026.

Tahap kedua, OJK memberlakukan klasterisasi atau pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitas. Ini diberlakukan paling lambat pada 31 Desember 2028. 

Pengelompokkan perusahaan perasuransian terbagi menjadi dua, pertama Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan KPPE 2.

Asuransi golongan KPPE 1 wajib punya ekuitas paling kecil Rp 500 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp 200 miliar, perusahaan reasuransi Rp 1 triliun dan perusahaan reasuransi syariah Rp 400 miliar.

Bagi perusahaan asuransi golongan KPPE 2 harus mempunyai ekuitas minimum sebesar Rp 1 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp 500 miliar, perusahaan reasuransi Rp 2 triliun dan perusahaan reasuransi syariah Rp 1 triliun.

Selain itu, dalam POJK tersebut regulator juga bakal membentuk Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi (KUPA), di mana nantinya akan ada satu perusahaan yang akan menjadi induk usaha dengan ekuitas yang memadai.

Adapun ekuitas menimum yang wajib dipenuhi oleh perusahaan induk KUPA mengikuti ekuitas minimum dalam KPPE 2 yang telah disebutkan di atas.

Jalan Pintas

Alvin memperkirakan, terdapat 33% dari total perusahaan asuransi, tidak termasuk unit usaha syariah (UUS), yang memiliki modal kurang Rp250 miliar.

Kecil kemungkinan mereka memenuhi modal minimum secara organik dalam situasi saat ini. Sehingga, M&A merupakan opsi yang cukup logis.

Di tengah lesunya industri asuransi itu juga, OJK memberikan insentif yang lebih besar untuk M&A bagi perusahaan yang sudah ada maupun baru, yang ingin memasuki pasar Indonesia. Sebab, tampaknya mustahil untuk bergantung sepenuhnya pada pertumbuhan organik untuk memenuhi persyaratan baru.

"Kami yakin bahwa langkah tersebut berada di arah yang benar karena lebih baik jika perusahaan yang lebih besar saling bersaing daripada mengambil alih pangsa pasar pemain yang lebih kecil. Dengan sedikitnya pemain besar, regulasi juga menjadi lebih mudah," tutur Alvin.

(red)

No more pages