Lebih lanjut, dia menjelaskan salah satu faktor pendorong kuatnya industri perdagangan eceran atau ritel di Jakarta adalah tingginya pendapatan per kapita kota tersebut. "Jakarta sudah lewat dari middle income trap, rata-rata pendapatan di Jakarta itu US$20.000 per tahun."
Adapun, menurut Airlangga, pertumbuhan ekonomi suatu kota dapat dilihat dari jenis dan jumlah ritel yang terdapat di sana.
"Sebetulnya kalau kita monitor itu pertumbuhan ekonomi itu relatif kita bisa monitor, jenis ritel apa yang ada di kota itu sudah bisa mencerminkan berapa level income per capita-nya. Misalnya, berapa jumlah Alfamart, berapa jumlah Indomaret, berapa jumlah Ace Hardware, berapa jumlah Rumah Kita; itu menjadi indikator-indikator ekonomi nasional. Berapa outlet iBox itu juga menjadi indikator daya beli ritel kita," ujarnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pertumbuhan industri ritel modern sepanjang 2024 kemungkinan hanya akan mencapai 4,1%—4,2% secara tahunan atau year on year (yoy).
Proyeksi tersebut bahkan lebih rendah dari realisasi pertumbuhan industri ritel modern pada semester I-2023 yang sanggup menembus 4,85%. Adapun, realisasi kinerja industri ritel sepanjang tahun (full year) 2023 masih direkapitulasi.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pada kuartal II-2024, industri ritel modern hanya sanggup bertumbuh 3,5% yoy; jauh di bawah pertumbuhan April—Juni tahun lalu yang masih sanggup mencapai 4% yoy.
Perlambatan tersebut, kata Roy, dipicu oleh terdisrupsinya daya beli konsumen seiring dengan makin banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dari berbagai sektor industri di Tanah Air.
"Pertumbuhan ritel tentu terkoreksi dengan adanya deflasi berturut-turut. Deflasi itu [artinya] penurunan permintaan, penurunan belanja. Itu artinya konsumen menahan belanja. Artinya bisa dua, karena sentimen untuk level atas, belum ada kepastian. Atau, kedua, karena masyarakat menahan belanja akibat memang hilang daya belinya karena PHK," jelas Roy ketika ditemui di Jakarta, medio bulan ini.
Di sisi lain, momentum pemilihan kepala daerah atau pilkada yang akan digelar pada November 2024 juga diprediksi memengaruhi keputusan konsumen dalam belanja.
(prc/wdh)