Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan omzet pusat perbelanjaan atau mal di Indonesia, khususnya di Jakarta, lebih naik dibandingkan dengan kinerja global.

Hal tersebut disampaikan Airlangga dalam pembukaan agenda Indonesia Ritel Summit 2024, di Jakarta Utara, Rabu (28/8/2024).

Airlangga menyoroti pertumbuhan sektor perdagangan ritel di, khususnya di Jakarta, yang menunjukkan performa positif meski di tengah tantangan global. 

Menurutnya, omzet pusat perbelanjaan di Jakarta mencapai Rp700 triliun per tahun. Adapun, pertumbuhan tahunan sektor industri ritel diklaimnya mencapai 12%. 

"Padahal kita tahu kalau mal di Indonesia lebih baik dari berbagai mal di global termasuk di San Fransisco. Jadi kita harus tepuk tangan kepada peritel," ujar Airlangga dalam pembukaan acara tersebut. 

Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Barat, Minggu (14/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Lebih lanjut, dia menjelaskan salah satu faktor pendorong kuatnya industri perdagangan eceran atau ritel di Jakarta adalah tingginya pendapatan per kapita kota tersebut. "Jakarta sudah lewat dari middle income trap, rata-rata pendapatan di Jakarta itu US$20.000 per tahun."

Adapun, menurut Airlangga, pertumbuhan ekonomi suatu kota dapat dilihat dari jenis dan jumlah ritel yang terdapat di sana.

"Sebetulnya kalau kita monitor itu pertumbuhan ekonomi itu relatif kita bisa monitor, jenis ritel apa yang ada di kota itu sudah bisa mencerminkan berapa level income per capita-nya. Misalnya, berapa jumlah Alfamart, berapa jumlah Indomaret, berapa jumlah Ace Hardware, berapa jumlah Rumah Kita; itu menjadi indikator-indikator ekonomi nasional. Berapa outlet iBox itu juga menjadi indikator daya beli ritel kita," ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pertumbuhan industri ritel modern sepanjang 2024 kemungkinan hanya akan mencapai 4,1%—4,2% secara tahunan atau year on year (yoy).

Proyeksi tersebut bahkan lebih rendah dari realisasi pertumbuhan industri ritel modern pada semester I-2023 yang sanggup menembus 4,85%. Adapun, realisasi kinerja industri ritel sepanjang tahun (full year) 2023 masih direkapitulasi.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pada kuartal II-2024, industri ritel modern hanya sanggup bertumbuh 3,5% yoy; jauh di bawah pertumbuhan April—Juni tahun lalu yang masih sanggup mencapai 4% yoy.

Perlambatan tersebut, kata Roy, dipicu oleh terdisrupsinya daya beli konsumen seiring dengan makin banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dari berbagai sektor industri di Tanah Air.

"Pertumbuhan ritel tentu terkoreksi dengan adanya deflasi berturut-turut. Deflasi itu [artinya] penurunan permintaan, penurunan belanja. Itu artinya konsumen menahan belanja. Artinya bisa dua, karena sentimen untuk level atas, belum ada kepastian. Atau, kedua, karena masyarakat menahan belanja akibat memang hilang daya belinya karena PHK," jelas Roy ketika ditemui di Jakarta, medio bulan ini.

Di sisi lain, momentum pemilihan kepala daerah atau pilkada yang akan digelar pada November 2024 juga diprediksi memengaruhi keputusan konsumen dalam belanja.

(prc/wdh)

No more pages