Gapki melaporkan produksi CPO sebesar 3,69 juta ton pada Juni 2024. Angka ini turun 5% secara bulanan dibandingkan dengan 3,88 juta ton pada Mei 2024. Produksi palm kernel oil (PKO) juga mengalami penurunan menjadi 354 ribu ton dibandingkan dengan 368 ribu ton pada Mei.
Dengan demikian, total produksi sepanjang tahun berjalan hingga Juni 2024 sebesar 26,18 juta ton atau lebih rendah 4,07% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023 yakni 27,29 juta ton.
Ekspor Naik
Selain itu, total ekspor mengalami kenaikan yaitu menjadi 3,38 juta ton pada Juni 2024 dibandingkan dengan 1,96 juta ton pada Mei.
Peningkatan terbesar terjadi pada produk olahan CPO yang naik sebesar 872 ribu ton dari 1,36 juta ton pada Mei menjadi 2,23 juta ton pada Juni diikuti CPO yang naik dengan 578 ribu ton menjadi 651 ribu ton.
Kenaikan volume ekspor diiringi dengan kenaikan harga dari US$981/ton pada Mei menjadi US$1.011/ton pada Juni, sehingga nilai ekspor naik menjadi US$2,79 miliar pada Juni dari US$1,72 miliar pada Mei.
Senada dengan itu, Eddy mengatakan CPO Indonesia tidak mungkin hanya digunakan untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Sebab, hal tersebut bakal menimbulkan kelebihan pasok (oversupply).
“Lalu kalau tidak ada ekspor, bagaimana pembiayaan biodiesel? Jadi ekspor harus tetap dilakukan karena dunia tetap butuh minyak sawit,” ujarnya.
Sekadar catatan, skema pungutan ekspor CPO selama ini memang digunakan untuk pengembangan biodiesel di dalam negeri.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan tengah melakukan persiapan agar program biodiesel B40 —atau bauran solar dengan 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit — bisa dilaksanakan pada 1 Januari 2025.
(dov/wdh)