“Jadi kami terus berkomunikasi dengan intensif,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacribu menyebut telah melibatkan pengusaha dalam perumusan kebijakan baru tersebut. Ia menegaskan cukai MBDK telah masuk dalam RAPBN 2025 dan akan dibahas dengan DPR.
“Skemanya kita akan siapkan agar mencapai tujuan kebijakan yaitu untuk memperbaiki pola konsumsi dan itu adalah untuk kesehatan dan kita mulai dengan sangat konservatif, dan nanti kita akan mulai bahas dengan DPR,” tutur Febrio ditemui di Kompleks DPR RI.
Febrio berharap kebijakan tersebut dapat menjadi titik awal untuk bisa mengendalikan konsumsi minuman berpemanis di masyarakat karena memiliki dampak negatif bagi kesehatan.
Meski demikian, Febrio belum mengungkapkan besaran tarif cukai yang akan dikenakan untuk minuman berpemanis. Ia hanya menekankan tarif dan barang yang dikenakan cukai akan dimulai secara konservatif.
“Nanti kita bahas,” jawab Febrio ketika ditanya besaran tarif cukai MBDK.
Sebagai informasi, Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubiyanto menyebutkan terdapat dua kategori minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai MBDK. Kedua kategori yang dimaksud ialah produk minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
“Kalau di warung-warung itu minuman teh segala macem itu biasanya gulanya tidak sedikit, nah ini kami tidak ke arah sana tapi kami ke industrinya,” ucap Iyan Rubiyanto dalam Kuliah Umum PKN Stan yang disiarkan secara virtual, dikutip Rabu (24/7/2024).
Selain itu, pungutan cukai MBDK juga akan diperhitungkan (earmark) sebagai dasar perhitungan alokasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan akibat dampak negatif dari minuman berpemanis.
(fik/lav)