Selanjutnya, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) diperkirakan akan tetap menarik pada tahun depan. Sebab, obligasi AS pada tahun depan diperkirakan pada kisaran 3,9%-3,6%.
“Sekarangpun SBN masuknya lebih besar, SRBI kami sengaja kurangi. Tempo hari kami sampaikan ke Bu Menteri, karena SBN keluar, kami jualan SRBI lebih banyak,” ucap Perry.
Faktor terakhir, lanjut Perry, adalah komitmen BI untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar dan menjaga rupiah agar terus mengalami penguatan.
Meski demikian, ia tetap memperhatikan berbagai sentimen yang dapat mempengaruhi nilai tukar. Pertama faktor geopolitik, ketegangan yang terjadi antara AS dan China masih belum dapat diprediksi pergerakannya dan berpotensi meningkatkan volatilitas.
Sentimen selanjutnya adalah potensi melebarnya defisit transaksi berjalan, tahun ini Perry memprediksi pada angka 0,1%-0,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Serta, pada tahun depan diprediksi melebar menjadi 0,5%-1,3%.
“Tapi itu beberapa yang kami waspadai insyaallah rerata nilai [akan dilakukan] pendalaman di panja [panitia kerja],” pungkas Perry.
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengusulkan agar pemerintah dapat mengubah asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam RAPBN 2025 yang dipatok Rp16.100/US$ menjadi Rp15.900/US$.
Kepala Banggar DPR RI Said Abdullah meyakini kurs rupiah bisa menguat dengan adanya transformasi struktur ekspor yang bernilai tinggi, menguatkan investasi, serta kebijakan bauran sistem pembayaran yang beragam dari sejumlah mata uang mitra dagang.
“Persoalan nilai tukar rupiah selama ini juga selalu membuat kita pening. Grafik transaksi kurs kita dalam jangka panjang cenderung melemah. Pada 2025 pemerintah mengusulkan kurs Rp. 16.100/US$. Pimpinan Banggar DPR mendorong agar kurs bisa lebih rendah di level 15.900/US$,” ujar Said dalam rapat Banggar dengan Pemerintah, Selasa (27/8/2024).
(azr/lav)