Perdagangan adalah pilar ekonomi Korea Selatan karena negara ini kekurangan sumber daya alam dan bergantung pada rantai pasokan global untuk kebutuhan pokok dan bahan baku. Chip telah memimpin reli ekspor tahun ini dan pihak berwenang mengharapkan momentumnya berlanjut hingga tahun depan, tetapi mereka mengatakan pertumbuhan ekonomi masih bisa melambat menjadi 2,2%, turun dari laju 2,6% pada tahun 2024.
Bank sentral Korea Selatan atau Bank of Korea (BOK) sementara itu melihat pertumbuhan PDB melambat menjadi 2,1% tahun depan dari 2,4% tahun ini.
Demografi yang menua di Korea Selatan adalah faktor lain yang memengaruhi proses anggaran, karena tren tersebut membebani konsumsi, investasi, dan dinamisme ekonomi. Presiden Yoon Suk Yeol berencana membentuk kementerian baru yang didedikasikan untuk meningkatkan tingkat kesuburan negara, yang telah turun ke tingkat terendah di dunia. Dia telah menunjuk seorang penasihat untuk mengatasi berkurangnya jumlah bayi.
Pemerintah berusaha meningkatkan total pengeluarannya untuk tunjangan cuti orang tua menjadi 3,4 triliun won dari 1,9 triliun won, menaikkan batas untuk setiap orang tua peserta menjadi 2,5 juta won per bulan dari 1,5 juta won, kata kementerian tersebut. Pemerintah juga berencana melonggarkan peraturan KPR untuk pasangan yang memiliki bayi dengan menurunkan standar tingkat pendapatan.
Mengenai keamanan nasional, pemerintah berencana untuk meningkatkan pengeluarannya bagi persenjataan canggih seperti drone, sistem pertahanan anti-rudal, dan jet tempur generasi berikutnya menjadi 18 triliun won dari 17,6 triliun won, katanya. Kompensasi bulanan untuk seorang prajurit dalam menjalani wajib militer juga diproyeksikan meningkat menjadi 2,1 juta won dari 1,7 juta won tahun ini.
Korea Selatan memiliki salah satu beban utang pemerintah terkecil di negara maju. Rasio utang terhadap produk domestik bruto-nya akan meningkat menjadi 48,3% tahun depan dari 47,4% tahun ini jika proposal anggaran disetujui, menurut kementerian tersebut. Pemerintah melihat rasio tersebut mencapai sekitar 50,5% pada tahun 2028.
Rata-rata rasio utang terhadap PDB di Asia Timur mencapai 109,6% pada tahun 2024, menurut IMF, dengan Jepang mencatat yang tertinggi pada 254,6%.
(bbn)