Mei akan menjadi pertaruhan apakah keperkasaan nilai tukar rupiah bisa bertahan di tengah gempuran kenaikan permintaan dolar AS tersebut. Kenaikan permintaan atas the greenback akan menekan kekuatan rupiah dan bisa menggeser posisi nilai tukar ke level lebih rendah dari saat ini.
Sepanjang 2023, nilai tukar rupiah rata-rata bergerak di kisaran Rp 15.173/US$. Dengan posisi saat ini di level Rp 14.758, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini sudah menguat 2,81% di atas posisi rata-rata sepanjang 2023.
Penguatan nilai tukar rupiah belakangan ini terutama didorong oleh permintaan terhadap Surat Berharga Negara (SBN) yang masih terus mengalir di tengah volatilitas dan turbulensi di pasar keuangan global tersetir prediksi arah bunga acuan Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat. Bank Indonesia mencatat, pemodal asing mencetak aksi beli bersih di pasar SBN sebesar Rp 61,7 triliun hingga data setelmen 13 April. Sedang di pasar saham, nilai net buy investor asing mencapai Rp 7,3 triliun.
Sampai 13 April lalu, posisi kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 823,89 triliun, tertinggi sejak 9 Mei 2022. Sebelumnya, analis Natwest Markets, bank investasi global yang berpusat di Inggris, memprediksi, nilai tukar rupiah berpeluang menguat hingga ke Rp 14.000/US$ dalam 3-4 bulan ke depan terdorong animo pemodal asing di aset-aset pasar keuangan domestik.
Eksportir Incar Tenor Panjang
Penguatan mata uang Garuda juga disokong oleh sentimen positif dari upaya bank sentral menarik pulang dolar AS milik para eksportir melalui lelang Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE). Dalam dua lelang terakhir, terlihat semakin banyak eksportir yang menyasar tenor-tenor panjang.
Rupiah juga akan semakin percaya diri menyusul segera diberlakukannya aturan wajib penempatan devisa hasil ekspor (DHE) yang direncanakan mulai Juli nanti.
Dalam gelar lelang TD valas DHE terakhir pada 13 April, Bank Indonesia (BI) berhasil menarik penawaran senilai total US$ 64,25 juta. Yang menarik, lelang terakhir kemarin mencatat untuk pertama kalinya permintaan terhadap tenor terpanjang yaitu 6 bulan datang dari nasabah dengan simpanan tier 1 atau nasabah eksportir dengan penempatan di atas US$ 10 juta. Total penawaran masuk untuk tenor 6 bulan dari nasabah eksportir tier 1 mencapai US$ 50 juta.
Sisanya, yaitu sebanyak US$ 9 juta di tenor 3 bulan datang dari eksportir tier 2, yaitu penempatan dana antara US$ 5 juta - US$ 10 juta. Serta sebesar US$ 5,25 juta di tenor 1 bulan dari nasabah dengan penempatan dana tier 2.
Animo peserta lelang untuk deposito valas DHE di tenor panjang tidak bisa dilepaskan dari tingginya tawaran bunga yang diberikan oleh Bank Indonesia. Untuk tier 1 dengan penempatan di atas US$ 10 juta di deposito bertenor 6 bulan, BI menawarkan bunga 5,17%. Itu adalah tingkat bunga tertinggi yang ditawarkan oleh bank sentral dibanding semua tenor dan jenjang dana.
Total selama dua bulan digelarkan lelang TD Valas DHE, BI sudah menyerap dolar AS milik eksportir sebesar US$ 434,8 juta.
Mulai bulan Juli nanti, pemerintah juga dikabarkan akan memulai penerapan kewajiban penempatan dolar AS bagi para eksportir sumber daya alam selama periode tertentu.
Rencananya, aturan baru itu akan mewajibkan eksportir menahan dolarnya di dalam negeri sedikitnya senilai US$ 250.000. Kewajiban menempatkan dolar AS hasil ekspor dalam periode tertentu sejatinya adalah regulasi biasa yang sudah banyak diterapkan di negara-negara lain.
Karena disebut sebagai kewajiban, pemerintah juga akan menyiapkan sanksi bila aturan itu tidak dilaksanakan. Di saat yang sama, pemerintah juga menyiapkan gula-gula pemanis seperti berbagai insentif yang akan diberikan pada eksportir maupun bank yang terlibat dalam penarikan devisa hasil ekspor.
Aturan penempatan wajib DHE dari sektor industri sumber daya alam itu tentu akan memberi sokongan lebih besar bagi suplai dolar AS di sistem perekonomian domestik dan pada akhirnya akan membantu Indonesia meminimalisasi tekanan dan guncangan sektor eksternal yang rentan menggoyang kekuatan nilai tukar rupiah.
(rui)