Bahlil menggarisbawahi selama ini 65% lifting minyak sebesar 600.000 BOPD berasal dari PT Pertamina (Persero), sementara 25% dari ExxonMobil, dan 10% berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kecil.
Namun, dari total sumur yang ada saat ini sebanyak 44.900, hanya 16.300 sumur yang berproduksi dan terdapat 16.150 sumur idle. Bahkan, terdapat 5.000 sumur yang tidak dioptimalkan.
“Nanti kita bikin lagi nanti mazhabnya seperti mazhab izin usaha produksi [IUP]. Ini kan semua konsesi punya negara. Kemudian diberikan pengelolaannya kepada KKKS yang BUMN dan bukan BUMN. Sekarang kalau itu tidak dilakukan untuk apa? Mending kita buka untuk swasta nasional atau swasta asing yang mau mengelola sumur-sumur ini,” ujarnya.
Selain itu, peningkatan lifting minyak juga bisa dilakukan melalui penggunaan teknologi. Dalam hal ini, ExxonMobil menggunakan teknologi untuk meningkatkan produksi di Blok Cepu.
Hasilnya, produksi minyak Blok Cepu diproyeksikan meningkat 140.000—150.000 BOPD pada tahun depan, dari sebelumnya hanya 90.000—100.000 BOPD.
“Artinya ada potensi peningkatan terhadap optimalisasi sumur yang ada. Kenapa Pertamina tidak ikut lagi itu? Kemudian saya cek itu potensi bisa naik 20%—25%,” ujarnya.
SKK Migas melaporkan realisasi produksi siap jual atau lifting minyak berada pada level 576.000 BOPD per semester I-2024. Sementara itu, outlook 2024 diproyeksikan sebesar 595.000 BOPD.
(dov/wdh)