Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) kembali melirik peluang akuisisi aset minyak dan gas bumi (migas) di kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah, setelah melakukan divestasi asetnya di Vietnam dan Libya belum lama ini.

Direktur dan Chief Operating Officer Medco Ronald Gunawan menyebut kawasan Asia Tenggara —khususnya Indonesia — dan Timur Tengah masih diincar lantaran wilayah geografisnya lebih memungkinkan bagi ekspansi Medco.

Kenapa kami memilih di area itu? Karena negara-negara di area ini adalah negara yang stabil, di mana regulasinya kami familier, dan kami merasa kami sudah punya pengalaman beroperasi di wilayah tersebut,” ujarnya dalam paparan publik, Senin (26/8/2024).

 “Jadi kami juga ingin menunjukkan bahwa selain akuisisi, kami juga melakukan pengembangan dengan pertumbuhan yang organik.” 

Fasilitas pembangkit gas milik PT Medco Energy Internasional Tbk. di Blok Corridor, Sumatra Selatan./dok. Medco

Di luar potensi akuisisi aset migas, Ronald memaparkan saat ini Medco masih fokus pada pengembangan beberapa proyek hulu di Lapangan West Belut, yang terletak di offshore Blok B Laut Natuna Selatan. 

Proyek tersebut ditargetkan beroperasi atau onstream pada akhir tahun ini.

Selain itu, sambungnya, Medco juga akan mengoperasikan Terubuk-5 Blok B South Natuna pada kuartal I-2025, serta Proyek Forel Bronang dengan kapasitas 10.000 barel per hari (bph) pada akhir tahun ini.

“Kami juga melakukan pengembangan Blok Corridor, pengembangan Lapangan Senoro di bagian selatan, dan pengembangan baru di Bangka, serta tentunya aset di Oman; di mana kami baru mengakuisisi Blok 60 dan Blok 48. Semua ini akan menambah cadangan [migas] untuk jangka pendek hingga menengah,” papar Ronald.

Divestasi

Belum lama ini, Medco mengumumkan divestasi kepemilikannya pada kontrak Area 47 kepada Libya National Oil Corporation (NOC).  

Divestasi tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan pengalihan seluruh hak partisipasi perseroan sebesar 50% dalam perjanjian bagi hasil eksplorasi dan produksi (EPSA) di lapangan migas yang berlokasi di Libya itu.

Pengalihan tersebut juga meliputi seluruh kepemilikan saham MEDC pada Joint Operating Company (JOC), Nafusah Oil Operations B. V. Divestasi tersebut juga menyelesaikan seluruh tuntutan dan gugatan di bawah arbitrase antara MEDC dan NOC yang telah disepakati untuk ditarik.

Selain itu, Medco juga melakukan divestasi aset Medco di Blok 12 W, Vietnam.

Terkait dengan alasan di balik strategi perseroan melepas asetnya di Libya dan Vietnam, Ronald mengatakan hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan portofolio perusahaan melalui aksi akuisisi dan divestasi yang tepat sasaran.

“Dampaknya adalah peningkatan strategi terhadap bisnis segmen utama dan juga meningkatkan efisiensi operasional. Jadi pada dasarnya kami melihat bahwa dengan adanya portfolio management ini, kami dapat meningkatkan efisiensi secara operasional,” terangnya.

Sekadar catatan, Medco mencatatkan penurunan produksi minyak dan gas (migas) pada semester I-2024, seiring dengan terpangkasnya hak partisipasi atau participating interest (PI) perseroan di Blok Corridor, Sumatra Selatan.

Direktur dan Chief Operating Officer Medco Ronald Gunawan memaparkan, berdasarkan panduan perseroan untuk 2024, produksi migas ditaksir mencapai 145.000—150.000 barrel of oil equivalent per day (boepd), dengan unit untuk minyak dan gas sebesar di bawah US$10 per Boi dan belanja modal minyak dan gas US$350 juta.

“[Realisasi] produksi minyak dan gas bumi [pada semester I-2024] sebesar 153.000 boepd. Hal ini di atas panduan, tetapi 5% lebih rendah dari [realisasi produksi] semester I-2023,” ujar Ronald.

Penurunan tersebut, lanjutnya, disebabkan oleh berkurangnya PI Medco di Blok Corridor setelah perpanjangan kontrak di wilayah kerja gas tersebut, serta akibat permintaan gas yang lebih rendah di Singapura dan divestasi aset Medco di Blok 12 W, Vietnam.

“Jadi, dengan perpanjangan koridor Blok dari 2023 sampai 2033, 20 tahun ke depan, participating interest Medco menurun dari 54% menjadi 46%. Dengan penurunan itu, otomatis share produksi kami berkurang,” terang Ronald.

(wdh)

No more pages