Logo Bloomberg Technoz

Sebelum itu, Sri Mulyani sempat membantah AS dapat kebal dari kenaikan inflasi. Pasalnya, pada tahun 2022-2023 inflasi AS sempat melonjak dan membuat kejutan bagi perekonomiannya.

Meski begitu, saat terjadi krisis finansial global di 2008-2020 atau Covid-19 pada 2020 lalu, Sri Mulyani mengatakan AS sempat mencetak uang yang begitu banyak untuk melakukan strategi kontrasiklikal yakni bertujuan memacu perekonomian yang sedang lesu.

“Nah AS memiliki privilege yang tidak dimiliki ekonomi siapapun bahkan di G7. Pertama, dia sebagai ekonomi terbesar di dunia. Kedua, dia cukup banyak memiliki monopoli terhadap banyak sekali teknologi. Dan di dalam dominasi dia teharap ekonomi, dia menggunakan dolar sebagai salah satu proxy power geopolitik mereka,” ungkapnya.

Bendahara Negara menjelaskan alasan hal itu dapat terjadi akibat banyak negara yang nilai tukarnya tidak kredibel dan pada akhirnya secara sukarela menggunakan dolar AS sebagai nilai tukar negaranya.

Hongkong, Singapura, hingga Saudi Arabia, kata Sri Mulyani, merupakan beberapa contoh negara yang sempat ‘ketergantungan’ terhadap dolar AS. Meski kini beberapa negara tersebut telah menggunakan mata uangnya sendiri untuk bertransaksi di dalam maupun luar negeri.

“Karena bank sentral masih belum punya reputasi agar ekonomi gak jadi inflasi dan overrun di pack [bergantungan] ke dolar, terutama yang dekat ke AS entah karena minyak bumi, entah karena investasi, entah karena perdagangan yang lain,” paparnya.

Atas beberapa alasan itu, lanjut Sri Mulyani, mata uang negara yang berkontribusi sekitar 82% terhadap perekonomian dunia itu digunakan hampir 60% negara di dunia, meski kini sudah mulai menurun ke level 50%.

Ia menyatakan, terdapat beberapa langkah yang dilakukan negara-negara lain untuk melawan ketergantungan dolar AS. Seperti China, yang membeli Surat Utang AS dengan jumlah banyak dan ‘menguncinya’.

“Menjadi antara AS dan China gak bisa dipisahkan, ini yang disebut kompetisi kekuatan geopolitik, dan disinilah mulai muncul alternatif,” ucapnya

Maka itu, Bendahara Negara menyatakan China mulai menggunakan mata uang renminbi dalam bertransaksi, meski begitu renminbi tak serta merta saat diterbitkan dapat langsung digunakan di luar China.

“Jadi dasarnya kemampuan mengelola mata uang di luar yurisdiksinya adalah kemampuan untuk meyakinkan tidak hanya masalah kepercayaan diri dan mengontrol bagaimana mata uang itu mempengaruhi ekonomi kalian dan ekonomi yang akan menggunakan mata uang itu. Dan AS bisa melakukan itu karena kekuatan ekonomi dan geopolitik dia,” tutup Sri Mulyani.

(azr/lav)

No more pages