"Karena tidak ada pengaruhnya ya, [jadi] tidak ada masalah di ritel modern," ujarnya saat dihubungi, dikutip Senin (26/8/2024).
Untuk diketahui, dalam Permendag No.18/2024, syarat pasok Minyakita sebelum ekspor tertulis bahwa Minyak Goreng Rakyat (MGR) dapat diakui sebagai hak ekspor jika telah diterima di Distributor Pertama (D1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, atau Distributor Kedua (D2) atau pengecer jika tidak melalui distributor BUMN Pangan, dengan bukti pelaporan di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
Mekanisme kebijakan DMO sebesar 20% atau kewajiban pasok ke dalam negeri telah berlaku wajib dilakukan sejak awal 2022 untuk seluruh eksportir CPO.
Pada kebijakan baru, terdapat faktor pengali untuk hak ekspor (HE) bagi pelaku usaha yang mendistribusikan minyak goreng dengan menggunakan kemasan merek Minyakita, dengan ketentuan sebanyak 2 untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan No. 1029/2024, faktor pengali hak ekspor tersebut ditetapkan berdasarkan regional.
Contohnya untuk wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara adalah 1.
Untuk Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo adalah 1,3. Sementara itu, wilayah Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Utara adalah 1,5.
Faktor pengali wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya adalah 1,65.
Adapun, faktor pengali sebagai insentif tambahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan DMO minyak goreng bagi produsen minyak goreng yang mendistribusikan Minyak Goreng Rakyat melalui BUMN di bidang Pangan sebagai Distributor Lini 1 (D1) adalah sebesar 1,2.
Penimbun Minyakita
Di lain sisi, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendesak agar komoditas Minyakita tidak lagi dijual di ritel modern, terutama setelah diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 18/2024.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat M. Sinaga menjelaskan regulasi tersebut sebenarnya turut ditujukan untuk mendukung agar masyarakat tidak lagi menggunakan minyak goreng curah dan berpindah ke minyak goreng kemasan, yang dalam hal ini adalah Minyakita.
Hal itu berkaitan juga dengan upaya pemenuhan masyarakat luas —terutama kelompok warga berpenghasilan rendah— terhadap minyak goreng sehat, dengan harga eceran tertinggi (HET) di level Rp15.700/liter atau di bawah harga pasar minyak goreng kemasan premium.
“[Untuk itu] Minyakita [seharusnya] tidak boleh diperdagangkan melalui pasar modern, sehingga bisa terhindar dari aksi borong dari masyarakat yang berpunya, karena harganya sekitar Rp2.500—Rp3.000 per liter di bawah harga normal. Maka perlu pengawasan ketat di jalur distribusi dan menindak para penimbun Minyakita,” ujarnya.
(wdh)