Logo Bloomberg Technoz

Dalam Keputusan Menteri Perdagangan No. 1029/2024 disebutkan bahwa kewajiban DMO minyak goreng rakyat, dalam bentuk Minyakita, adalah sebanyak 250.000 ton/bulan.

Selain itu, terdapat faktor-faktor pengali yang memengaruhi perhitungan jumlah minyak sawit yang dapat diekspor oleh produsen setelah memenuhi DMO.

Namun, dengan volume ekspor yang berada di kisaran 1,5 juta hingga 2,3 juta ton per bulan, Sahat berpendapat faktor-faktor pengali hak ekspor tersebut perlu ditinjau kembali dalam waktu tiga bulan ke depan.

"Dengan volume ekspor berkisar antara 1,5 juta ton—2,3 juta ton/bulan, besaran faktor pengali perlu di-review dalam 3 bulan mendatang, terutama faktor pengali regional kalau bisa ditingkatkan dari 1,0—1,65 ke level 3,2—4,0," jelasnya.

Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono juga berpendapat perubahan aturan DMO dari minyak goreng curah menjadi Minyakita tidak akan berdampak signifikan terhadap ekspor CPO dan produk turunannya.

Terlebih, di dalam Kepmendag No. 1029/2024, faktor pengali hak ekspor untuk komoditas CPO ditetapkan berdasarkan regional.

Menurut kepmen tersebut, pelaku usaha sawit yang mendistribusikan minyak goreng dengan menggunakan kemasan bermerek Minyakita, faktor pengali hak ekspornya diberikan dengan ketentuan sebanyak 2 untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal.

Berkaitan dengan hal tersebut, Eddy menegaskan, selama faktor pengali untuk hak ekspor tidak berubah, maka kebijakan DMO Minyakita tersebut tidak akan berimbas pada ekspor CPO.

"Permendag yang baru untuk pengaturan DMO selama pengali tidak berubah hanya minyak curah tidak dihitung sebagai DMO maka tidak ada pengaruh terhadap ekspor," ujarnya.

Truk yang mengangkut minyak sawit mentah mengantri di luar pabrik Apical Group Ltd. di Marunda, Jakarta, Indonesia. Fotografer: Dimas Ardian/Bloomberg

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Moga Simatupang sebelumnya menyebut perubahan DMO dari minyak goreng curah ke Minyakita ini dilakukan dalam upaya mendorong realisasi DMO yang tengah menurun.

"Ini merupakan salah satu upaya mendorong realisasi DMO karena pasar ekspor produk turunan kelapa sawit yang menurun serta menyesuaikan harga CPO yang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan sebelumnya," ujar Moga dalam konferensi pers, Senin (19/8/2024).

Sekadar catatan, Minyakita merupakan program lanjutan dari program sebelumnya, minyak goreng curah rakyat (MGCR). Perbedaan keduanya terletak pada kemasan. Jika MGCR dibungkus plastik tipis dan mudah bocor, Minyakita dibungkus plastik yang lebih kuat dan rapi.

Tidak hanya mengubah skema DMO, aturan tersebut juga juga resmi mengubah harga eceran tertinggi (HET) Minyakita dari sebelumnya sebesar Rp14.000/liter kini menjadi Rp15.700/liter.

Selain itu, bagi para eksportir produk turunan kelapa sawit yang membutuhkan hak ekspor harus mendistribusikan MGR dalam bentuk Minyakita. Hak ekspor tersebut juga menjadi syarat untuk penerbitan surat persetujuan ekspor.

MGR dapat diakui sebagai Hak Ekspor jika telah diterima di Distributor Pertama (D1) BUMN sektor pangan, atau Distributor Kedua (D2) atau pengecer jika tidak melalui distributor BUMN Pangan, dengan bukti pelaporan di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah).

Adapun, produsen dan pengemas yang akan memproduksi Minyakita wajib memiliki surat persetujuan penggunaan merek dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melalui inatrade.kemendag.go.id atau dapat disampaikan secara langsung.

Sekadar catatan, menurut data terakhir Gapki, produksi CPO Indonesia pada Mei 2024 hanya mencapai 3,88 juta ton, merosot 5,59% dari 4,11 juta ton bulan sebelumnya. Produksi palm kernel oil (PKO) juga turun dari 393.000 pada April menjadi 368.000 ton pada Mei 2024.

Secara tahunan sampai dengan Mei, produksi 2024 lebih rendah 3,19% dari produksi tahun lalu. Padahal, yotal konsumsi dalam negeri pada Mei mengalami kenaikan 2,64% atau dari 1,89 juta ton pada April menjadi 1,94 pada Mei.

Di sisi ekspor, total ekspor CPO pada Mei mengalami penurunan 9,73% yaitu dari 2,17 juta ton pada April menjadi 1,96 juta ton pada Mei. Penurunan yang besar terjadi pada CPO sebesar 58,04% dari 174 ribu ton menjadi 73.000 ton.

Adapun, ekspor olahan CPO dari 1,50 juta ton pada April turun menjadi 1,36 juta ton bulan berikutnya, sedangkan ekspor oleokimia naik sebesar 20,50% dari 356.000 ton menjadi 429.000 ton.

Secara kumulatif sampai dengan Mei, volume ekspor 2024 turun 8,87% dari rentang yang sama 2023. 

(wdh)

No more pages