Oleh karena itu, rentang ±1% dalam target inflasi dilakukan untuk menciptakan ruang atau interval dalam Bank Sentral memutuskan kebijakan atas dinamika perekonomian yang terjadi.
“Kalau kita terlalu ketat dengan angka inflasi yang poin kita jaga mati-matian angka itu nanti kita jadi reaktif. Misal ada indikasi melemahnya ekonomi, kita turunin [putuskan kebijakan] terlalu banyak dan sebaliknya,” kata Erwin dalam kesempatan yang sama.
Sebagai informasi, pemerintah telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 yang lalu. Sesuai dengan amanat UU HPP, tarif tersebut akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12% di Januari 2025.
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN ditetapkan sebesar 11% yang berlaku pada 1 April 2022. Selain itu, kembali dinaikkan menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Selanjutnya, Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2025 juga tertuang penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis pada tahun depan.
Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Askolani mengungkap jika penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis tidak dapat dilaksanakan pada tahun ini, maka kebijakan tersebut akan disiapkan untuk tahun 2025.
“Target kan bisa kami sesuaikan kebijakan, kan kami kebijakan harus lihat kondisi di lapangan,” kata Askolani saat ditemui awak media di kompleks DPR RI, Senin (10/6/2024).
(ain)