Meskipun seringkali industrialisasi diikuti dengan kenaikan emisi, lanjutnya, negeri ini punya sumber daya yang cukup untuk menunjang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan juga berperan penting dalam dekarbonisasi global.
Untuk mengakselerasi berbagai rencana jangka pendek hingga panjang tersebut, pemerintah berupaya menggandeng sejumlah pihak untuk mendukung sejumlah skenario transisi energi. Salah satu langkah yang sudah ditempuh pemerintah adalah menjalin kemitraan pendanaan JETP.
“Kolaborasi ini nantinya akan merancang Rencana Investasi Komprehensif (CIP), yang mencakup berbagai hal mulai dari identifikasi Portofolio Program JETP seperti pensiun dini pembangkit listrik, pengembangan EBT dan peningkatan nilai rantai serta kebijakan kunci yang akan mempercepat implementasi program ini,” jelasnya.
Percepatan upaya transisi seperti penyebaran jalur transmisi dan jaringan, percepatan pengembangan EBT (baseload dan VRE) dan peningkatan nilai rantai EBT (manufaktur EBT di Indonesia) adalah jalan yang akan ditempuh pemerintah untuk segera mewujudkan berbagai target yang telah ditentukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
“Saya punya harapan besar bahwa kedatangan kami ke Amerika kali ini mampu merealisasikan akselerasi penyusutan emisi karbon di Indonesia sekligus menyelaraskan pertumbuhan dan keberlanjutan ekonomi negeri ini,” paparnya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan Indonesia juga akan mendesak kerja sama perdagangan bebas terbatas dengan AS, guna menghindari nikel RI dikecualikan dari daftar penerima insentif fiskal dalam kerangka UU Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) of 2022.
Washington berencana melansir pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di bawah payung IRA.
Regulasi tersebut memaktub soal pemberian insentif untuk pengembangan teknologi berbasis energi bersih, dengan nilai US$370 miliar. Sayangnya, Negeri Paman Sam ‘mengucilkan’ nikel –selaku mineral kritis (critical mineral) asal Indonesia– dari paket subsidi bagi bahan baku baterai dan kendaraan elektrik itu.
Penyebabnya, baterai KBLBB yang mengandung bahan baku dari Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh lantaran RI belum meneken kerja sama perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan AS.
Di samping itu, AS menilai industri nikel di Tanah Air didominasi oleh perusahaan China.
Merespons isu tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan Pemerintah Indonesia akan segera bertolak ke AS untuk menawarkan skema limited FTA agar mineral kritis RI tetap mendapat jatah insentif tersebut.
“Lusa saya akan ke Amerika, [bertemu] dengan Tesla juga. Kami akan bicarakan itu, karena kalau tidak, mereka [AS] rugi juga. Sebab, dengan green energy yang kita [Indonesia] punya untuk memproses perkursor dan katoda, mereka [AS] tidak akan dapat dari Indonesia [kalau tidak ada FTA]. Makanya, kami akan usulkan limited FTA dengan AS,” tegas Luhut di sela konferensi pers Update Kerja Sama Indonesia-Tiongkok, Senin (10/4/2023).
(wdh)