Bloomberg Technoz, Jakarta – Belum lama ini, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18/2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, yang mengatur ihwal domestic market obligation (DMO) untuk mengamankan pasok Minyakita.
Permendag ini juga merupakan bagian dari penyempurnaan regulasi minyak goreng (migor) sebelumnya yang ditetapkan dalam Permendag No. 49/2022.
Lantas, apa saja yang menjadi poin-poin penting dalam perubahan Permendag No,18/2024 ini? Berikut penjelasannya:

Perubahan Skema DMO Jadi Minyakita
Dengan diberlakukannya Permendag No.18/2024, Kemendag turut mengatur skema wajib pasok pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) kepada eksportir minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untukk memenuhi bahan bakau minyak goreng rakyat (MGR), dari yang semula ditujukan bagi migor curah menjadi untuk Minyakita.
Penetapan tersebut, ungkap Mendag Zulkifli Hasan (Zulhas), didasari oleh kajian Kemendag di mana menurutnya penyaluran DMO harus kembali ditingkatkan karena berdampak baik terhadap stabilitas harga minyak goreng di pasar dalam negeri.
Zulhas juga mendorong masyarakat untuk menggunakan minyak goreng kemasan. "Hal ini karena minyak goreng kemasan lebih terjaga kualitas, kebersihan, keamanan, dan kehalalannya dibandingkan menggunakan minyak goreng curah."
Hak Ekspor
Mekanisme kebijakan DMO sebesar 20% atau kewajiban pasok ke dalam negeri telah berlaku wajib dilakukan sejak awal 2022 untuk seluruh eksportir CPO.
Sejak Mei 2023, Kemendag memberlakukan rasio ekspor DMO CPO sebesar 1:4 yang mana produsen dapat melakukan ekspor dengan empat kali dari volume penyaluran DMO.
Namun, pada kebijakan baru, terdapat faktor pengali untuk hak ekspor (HE) bagi pelaku usaha yang mendistribusikan minyak goreng dengan menggunakan kemasan merek Minyakita, dengan ketentuan sebanyak 2 untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal.

Menurut Keputusan Menteri Perdagangan No. 1029/2024, faktor pengali hak ekspor tersebut ditetapkan berdasarkan regional.
Faktor pengali untuk wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara adalah 1.
Wilayah Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo adalah 1,3. Sementara itu, wilayah Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Utara adalah 1,5.
Lalu, faktor pengali wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya adalah 1,65.
Adapun, faktor pengali sebagai insentif tambahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan DMO minyak goreng bagi produsen minyak goreng yang mendistribusikan Minyak Goreng Rakyat melalui BUMN di bidang Pangan sebagai Distributor Lini 1 (D1) adalah sebesar 1,2.
Syarat Pasok Minyakita Sebelum Ekspor
Dalam kebijakan Permendag No.18/2024 tertulis bahwa MGR dapat diakui sebagai hak ekspor jika telah diterima di Distributor Pertama (D1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, atau Distributor Kedua (D2) atau pengecer jika tidak melalui distributor BUMN Pangan, dengan bukti pelaporan di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
Target Volume dan Perubahan HET
Adapun, target pasokan Minyakita per bulan, menurut Mendag Zulhas diharapkan terdistribusi sebanyak 250.000 ton, turun dari target sebelumnya 300.000 ton.
Selain mengubah skema tersebut, aturan tersebut juga juga resmi mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET) dari sebelumnya sebesar Rp14.000/liter kini menjadi Rp 15.700/liter.
(prc/wdh)