Logo Bloomberg Technoz

Bank Indonesia melaporkan, transaksi berjalan kuartal II-2024 mencatat defisit lebih besar dari yang diantisipasi oleh pelaku pasar. Angka defisit current account mencapai US$3 miliar, naik dibanding kuartal sebelumnya US$2,4 miliar. Angka defisit transaksi berjalan kuartal lalu itu lebih besar dibanding prediksi pasar sebesar US$2,44 miliar.

Angka defisit transaksi berjalan RI pada kuartal II setara dengan 0,9% dari Produk Domestik Bruto.

Sementara neraca pembayaran RI menunjukkan perbaikan dengan nilai defisit menyempit jadi US$600 juta dari tadinya mencapai US$6 miliar pada kuartal sebelumnya.

Sedangkan neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$2,7 miliar, meningkat dibanding kuartal sebelumnya yang defisit US$1,6 miliar.

Krisis konstitusi

Sentimen pasar domestik berbalik negatif setelah beberapa pekan belakangan menikmati 'banjir' dana asing yang telah memicu lonjakan indeks saham ke level rekor dan mengantar rupiah menghapus semua kerugian sepanjang tahun.

Pembalikan sentimen itu ditengarai terpicu situasi domestik terakhir. Ketegangan kini meningkat menyusul kekhawatiran terjadinya krisis konstitusional pasca keputusan Mahkamah Konstitusi, yang potensial mengubah peta kontestasi Pemilihan Kepala Daerah November nanti, mendapatkan 'penolakan' dari Badan Legislatif DPR-RI. Sidang Paripurna DPR-RI hari ini dijadwalkan akan mengesahkan RUU Pilkada menjadi Undang-Undang.

Sikap DPR-RI itu menuai protes dari berbagai elemen masyarakat sipil yang bersiap menggelar unjuk rasa di depan gedung parlemen hari ini, mulai dari elemen mahasiswa, buruh, dan akademisi. Protes dan kemarahan sudah berkobar dari kemarin Rabu di mana warganet beramai-ramai memasang gambar 'Peringatan Darurat' di media sosial mereka.

Bank investasi besar asal Amerika Serikat (AS), Wells Fargo, menilai, ada kemungkinan sentimen terhadap rupiah dan obligasi pemerintah akan dipengaruhi kemunculan kerusuhan politik meski mungkin hanya berlangsung jangka pendek, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Kamis pagi.

Analis Wells Fargo Brendan McKenna menilai, agak diragukan bahwa aksi massa protes sosial di Indonesia hari ini akan menjelma menjadi seperti apa yang terjadi di Sri Lanka atau Bangladesh. 

"Pendorong terbesar bagi aset-aset di pasar keuangan RI adalah kemungkinan penurunan bunga The Fed dan arah kebijakan fiskal pemerintah. Kombinasi itu membantu sentimen positif dan mendukung penguatan rupiah, juga aliran modal masuk ke pasar surat utang RI," jelas McKenna.

Sementara analis lokal menilai memang ada risiko dari isu seputar Pilkada yang memanas tersebut. 

"Kami melihat risiko politik dari revisi UU pilkada. Risiko yang dihadapi adalah demonstrasi bertransformasi menjadi social unrest. Namun, informasi yang tersedia belum dapat digunakan untuk menetapkan probabilitas terjadinya social unrest," kata Lionel Priyadi, analis mega Capital Sekuritas.

(rui)

No more pages