Selain itu, perseroan juga memantau perkembangan cuaca melalui sistem pemantauan cuaca dan bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terkini.
Langkah-langkah ini, kata Vanda, memungkinkan INCO untuk menindaklanjuti kondisi cuaca yang ekstrem secara cepat dan efektif.
“Perlu kami sampaikan sistem keamanan pembangkit listrik tenaga air [PLTA] dan bendungan INCO sudah mendapatkan pengakuan dari Komisi Keamanan Bendungan Pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Operasi pertambangan di Indonesia dan Australia diramal akan mengalami gangguan terparah, jika fenomena cuaca La Niña yang diiringi banjir dan hujan lebat terjadi pada akhir tahun ini.
Berdasarkan data pembaruan Juli 2024 dari Pusat Prediksi Iklim AS (CPC), La Niña diperkirakan berkembang selama Agustus—Oktober 2024 dengan probabilitas sebesar 70% dan dapat bertahan hingga akhir 2024—awal 2025, dengan prakiraan yang menunjukkan peluang kelanjutan sebesar 79% hingga November—Januari.
Sementara itu, dampak pasti La Niña masih belum pasti dan bergantung pada intensitas dan durasinya pada pengujung 2024. Akan tetapi, potensi dampak negatifnya rawan mendisrupsi prospek pasar logam dan industri pertambangan global untuk periode 2024—2025.
“Gangguan cuaca yang terkait dengan La Niña kemungkinan akan menimbulkan risiko penurunan prospek pertambangan regional serta menimbulkan volatilitas di seluruh pasar logam,” papar tim peneliti BMI —lengan riset Fitch Solutions— dalam laporannya, dikutip Senin (12/8/2024).
(dov/wdh)