Logo Bloomberg Technoz

Sedangkan mata uang Asia lain, seperti baht melemah 0,37%, lalu won 0,32%, serta rupee 0,17%. Indeks dolar AS di pasar Asia pagi ini juga bergerak sedikit menguat ke 101,23.

Di pasar surat utang negara, yang beberapa waktu belakangan mencetak reli beruntun didorong aksi beli pemodal asing, pagi ini terlihat tertekan. Tingkat imbal hasil alias yield Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas naik, mengindikasikan ada tekanan jual yang menekan harga obligasi negara.

SBN tenor pendek, 1Y dan 2Y naik masing-masing ke 6,504% dan 6,534%. Sedangkan tenor 5Y dan 10Y juga naik ke 6,510% dan 6,630%.

Tenor panjang juga banyak dilepas di mana yield SBN-15 dan 20 juga naik tipis ke 6,768% dan 6,844%.

Efek jangka pendek

Bank investasi besar asal Amerika Serikat (AS), Wells Fargo, menilai, ada kemungkinan sentimen terhadap rupiah dan obligasi pemerintah akan dipengaruhi kemunculan kerusuhan politik meski mungkin hanya berlangsung jangka pendek, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Kamis pagi.

Analis Wells Fargo Brendan McKenna menilai, agak diragukan bahwa aksi massa protes sosial di Indonesia hari ini akan menjelma menjadi seperti apa yang terjadi di Sri Lanka atau Bangladesh. 

"Pendorong terbesar bagi aset-aset di pasar keuangan RI adalah kemungkinan penurunan bunga The Fed dan arah kebijakan fiskal pemerintah. Kombinasi itu membantu sentimen positif dan mendukung penguatan rupiah, juga aliran modal masuk ke pasar surat utang RI," jelas McKenna.

Sementara analis lokal menilai memang ada risiko dari isu seputar Pilkada yang memanas tersebut. 

"Kami melihat risiko politik dari revisi UU pilkada. Risiko yang dihadapi adalah demonstrasi bertransformasi menjadi social unrest. Namun, informasi yang tersedia belum dapat digunakan untuk menetapkan probabilitas terjadinya social unrest," kata Lionel Priyadi, analis mega Capital Sekuritas.

Krisis Konstitusi

Kalangan civitas akademika dari berbagai kampus-kampus besar, telah menyatakan sikap.

Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menilai, Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi krisis konstitusi akibat pembangkangan DPR-RI.

"DPR RI secara arogan dan vulgar telah mempertontonkan pengkhianatan mereka terhadap konstitusi," demikian tertulis dalam keterangan pers atas nama Sivitas Akademika UI yang dilansir pada Kamis (22/8/2024).

Akibatnya, Indonesia kini berada di dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.

Menurut para guru besar UI, tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR tak lain merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 lalu telah dilawan keras oleh aksi massa dan mahasiswa, sehingga melahirkan reformasi.

"Mari kita cermati bersama bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara."

Sementara itu, elemen kampus Universitas Gadjah Mada juga mengeluarkan pernyataan sikap senada. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM mengecam semua bentuk orkestrasi dan manipulasi konstitusional terhadap prosedur demokrasi, yang sudah dan sedang berlangsung, yang telah menjadi jalan untuk melanggengkan kekuasaan dan tirani mayoritas.

"Kami juga menolak berbagai bentuk legalisme otokratik sebagai cara untuk melegitimasi praktik-praktik berkuasa yang merendahkan nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat," demikian bunyi pernyataan sikap yang dilansir hari ini.

Fisipol UGM juga menyatakan tuntutan atas prosedur Pilkada yang bermartabat dan fair, sebagai pilar pokok demokratisasi.

"Mendorong KPU untuk berpegang pada keputusan Mahkamah Konstitusi, sebagai satu-satunya peluang konstitusional untuk menjaga demokrasi di negeri ini. Kami juga mendorong kekuatan masyarakat sipil sebagai aktor demokrasi yang tersisa untuk berkonsolidasi dan terus aktif menyelamatkan demokrasi Indonesia dari kepunahan dan menolak berbagai bentuk legalisme otokratik sebagai cara untuk melegitimasi praktik-praktik berkuasa yang merendahkan nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Fisipol UGM.

(rui/aji)

No more pages