Logo Bloomberg Technoz

Bank investasi besar asal Amerika Serikat (AS), Wells Fargo, menilai, ada kemungkinan sentimen terhadap rupiah dan obligasi pemerintah akan terpengaruh risiko kemunculan kerusuhan politik meski mungkin hanya berlangsung jangka pendek, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Kamis pagi.

Analis Wells Fargo Brendan McKenna menilai, agak diragukan bahwa aksi massa protes sosial di Indonesia akan menjelma menjadi seperti apa yang terjadi di Sri Lanka atau Bangladesh. 

"Pendorong terbesar bagi aset-aset di pasar keuangan RI adalah kemungkinan penurunan bunga The Fed dan arah kebijakan fiskal pemerintah. Kombinasi itu membantu sentimen positif dan mendukung penguatan rupiah, juga aliran modal masuk ke pasar surat utang RI," jelas McKenna.

Pelemahan rupiah terjadi ketika IHSG juga dibuka turun 0,84% pagi ini, sementara harga obligasi negara tertekan terutama untuk tenor pendek.

Secara teknikal, rupiah telah berada di zona pelemahan di antara Rp15.500 sampai dengan Rp15.530/US$, dengan support terkuat rupiah pada Rp15.550/US$.

Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis potensial pada level Rp15.450/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp15.410/US$.

Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp15.510/US$ usai pullback, maka ada potensi pelemahan lebih lanjut. Sebaliknya, bila terjadi penguatan hingga Rp15.400/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp15.370-Rp15.350/US$.

(rui)

TAG

No more pages

Artikel Terkait