“Cek saja, boleh dicek nggak pernah saya meminta untuk teman atau siapa kompetitor yang saya suruh mundur, enggak ada,” kata dia.
Dia mengatakan, ada dua calon yang mendaftar kepada SC Munas Partai Golkar. Satu calonnya, Ridwan Hisjam tak bisa melanjutkan diri ke pemilihan karena dinyatakan tidak lolos. Ridwan dinilai tak memenuhi dua dari tujuh persyaratan menjadi calon ketua umum.
Bahlil menegaskan, dirinya telah melewati seluruh proses seleksi pendaftaran hingga dinyatakan lolos verifikasi oleh steering committee (SC). Bahlil mengklaim telah mengantongi 469 dari 558 pemilik suara atau memiliki 83% dari 30% suara minimal yang diperlukan.
“Ya tanyakan kepada pimpinan DPD I, mungkin karena kali ini calon ketua umumnya dari DPD I. Ya kapan lagi,” tutur Bahlil.
Dalam pidatonya sebelum disahkan menjadi ketua umum, Bahlil menyebut sejak dulu Ketum Golkar dekat dengan kekuasaan dan dibekingi presiden. Bahlil menyampaikan sejarah proses pergantian kepemimpinan di partai beringin pasca reformasi.
Mulanya ia menceritakan sosok Akbar Tanjung yang bertarung dengan Jusuf Kalla saat Munas di Bali, memperebutkan kursi Ketum Golkar. Ia mengklaim sepanjang sejarahnya semua pemimpin partai beringin memang dekat dengan kekuasaan, didukung presiden. Sama halnya dengan dirinya saat ini.
"Pertarungan terjadi Pak JK menang, pak JK menang pun karena ada kedekatan dengan pemerintah, beliau adalah wakil presiden. SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] adalah presidennya," ucap Bahlil.
Dia menambahkan, saat Aburizal Bakrie bertarung dengan Surya Paloh, JK juga memberikan dukungan kepada Surya Paloh. Namun, ketika JK lengser dari posisi wakil presiden, Aburizal Bakrie didukung oleh SBY dan menang menjadi Ketum Golkar.
Setelah Aburizal selesai, kata dia, muncul Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR dan dekat dengan Presiden Jokowi.
"Alhamdulillah juga menang, begitu selesai kemudian zamannya Pak Airlangga. Pak Airlangga juga menang, karena memang waktu itu dekat sama presiden sebagai menteri perindustrian," tutur dia.
Dia meminta publik tidak memersepsikan dirinya menjadi Ketum Golkar karena dukungan pemerintah. Menurut dia, para Ketum Golkar terdahulu juga dekat dengan pemerintah namun tidak muncul tudingan serupa.
"Masa dulu calon-calon Ketua Umum Golkar yang sudah jadi dari Pak JK sampai Airlangga nggak ada tuh istilah itu," ujar dia.
(mfd/frg)