Logo Bloomberg Technoz

Bisnis Chandra Asri tertekan imbas tingginya harga bahan baku perseroan, utamanya naphtha, sebagai rentetan dari kenaikan harga minyak dunia.

“Karena kondisi perang Ukraina dengan Rusia menyebabkan harga minyak naik, harga gas naik. Karena perang tersebut, buat naphtha naik,” ucap Suryandi. Saat biaya produksi menjadi tinggi, berujung pada marjin laba yang diterima Chandra Asri kian menipis.

Tantangan bisnis TPIA tahun lalu tidak berhenti sampai di sana.  Permintaan dari luar negeri, khususnya China. Pemerintah Beijing sepanjang tahun lalu masih mengetatkan aturan pembatasan aktivitas, termasuk pada dunia usaha dan industri.

Komplek pabrik petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). (Dok Perusahaan)

“Tahun lalu memang demand kita kurang sekali. Pemberlakuan China yang tidak membuka lockdown [2022] menjadikan industri tutup. Saat oversupply di pasar, demand kurang, hukum berlaku [penurunan harga]. Saya juga bingung saat semua [negara] mulai buka [lockdown] kenapa tahun lalu China masih tutup,” jelas dia.

Meski merugi, sepanjang Januari hingga Desember 2022 Chandra Asri masih mencatatkan pendapatan bersih US$ 2,3 miliar, meski angka tersebut turun 7,5% dibanding periode sebelumnya.

“Penjualan dari kami melihat memang tidak hanya berubah, ditopang oleh pasar dalam negeri yang masih kuat. Kondisi keuangan perusahaan sampai ditanya oleh pemegang saham. Namun sampai kini dan terus berlanjut kami tetap prudent dan resilient dengan posisi kas kami yang masih US$ 2 miliar,” tegas Suryandi.

Pabrik Chandra Asri Perkasa Beroperasi 2026

Suryandi menyatakan proses pembangunan pabrik baru TPIA, Chandra Asri Perkasa atau lazim dikenal dengan istilah CAP2, tetap ditargetkan selesai dan beroperasi tiga tahun dari sekarang. Meski diakui sempat terjadi penundaan imbas dari pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina.

Tahun ini perseroan akan menyelesaikan final investment decision (FID) untuk pabrik CAP2, dengan target memulai pembangunan pada kuartal I-2024 dan memakan waktu maksimal tiga tahun.

“Kami masih lakukan final decision (FID), menghitung ulang kebutuhan investasinya dalam enam bulan sampai setahun ini, dan pabrik [CPA2] jadi rencana besar Chandra Asri Petrochemical dalam pengembangan industri petrokimia di Indonesia. Harapannya tahun 2026 sudah bisa beroperasi,” kata dia.

Pabrik CAP2 nantinya akan jadi satu kesatuan pengembangan chlor-alkali, dimana perseroan telah bermitra dengan Indonesia Investment Authority (INA), sovereign wealth fund Indonesia. Pengembangan chlor-alkali dan ethylene dichloride menjadi salah satu upaya Chandra Asri untuk mendukung hilirisasi komoditas nikel dan alumina.

“CA EDC akan menghasilkan produk yang dibutuhkan untuk mengekstraksi nikel dan alumina. Kita ketahui nikel jadi salah satu komponen penting dalam kebutuhan baterai di kendaraan listrik,” ucap Suryandi.

Diketahui pabrik chlor-alkali akan menghasilkan 400.000 ton per tahun caustic soda/soda kaustik atau soda api, serta 500.000 ton per tahun zat kimia ethylene dichloride (EDC). Kedua bahan ini, menurut, Presiden Direktur dan CEO Chandra Asri, Erwin Ciputra, menjadi upaya mengurangi impor Indonesia. CA EDC juga akan memenuhi pasar ekspor khususnya Asia Tenggara.

(wep/dhf)

No more pages