Logo Bloomberg Technoz

“Karena kita masih akan menyongsong transisi kepemimpinan di Oktober dan Pilkada,” ungkapnya.

Namun sejauh ini, kata Hosianna, investor asing terpantau telah kembali memilih Indonesia sebagai tujuan investasi akibat suku bunga global dan AS yang telah bersiap turun.

Dalam perkembangannya, ia mengaku tetap mewaspadai kebijakan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) yang kemungkinan terdapat implikasinya terhadap pergerakan rupiah serta pada akhirnya dapat mempengaruhi kebijakan BI.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi BI masih mempertahankan suku bunga acuannya di level 6,25% pada RDG Agustus 2024. Senada, ia berpandangan meskipun kondisi pasar keuangan global membaik dirinya berpandangan BI masih mempertimbangkan ketidakpastian global dalam menentukan kebijakannya.

“Ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan risiko bagi pergerakan Rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat,” kata Josua kepada Bloomberg Technoz, Selasa (20/8/2024).

Pasalnya, perlambatan ekonomi global tersebut dapat memberi tekanan pada sektor eksternal RI sehingga berpotensi meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan saat tren ekspansi defisit fiskal terjadi.

Atas alasan itu, Josua berpandangan Bi tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan memangkas BI Rate. Ia memprediksi BI baru menurunkan suku bunga acuannya setelah Bank Sentral AS menurunkan Federal Funds Rate (FFR).

“Jika tekanan eksternal mulai mereda, kami melihat adanya ruang yang cukup bagi BI untuk melakukan penurunan suku bunga,” ungkap Josua.

Selain mempertimbangan pelonggaran kebijakan moneter, Josua memperkirakan BI turut mempertimbangkan penerapan strategi untuk ‘terlepas’ dari kebijakan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam jangka pendek.

Menurut dia, ruang BI untuk menurunkan suku bunga acuannya semakin terbuka di paruh kedua 2024, utamanya jika kondisi eksternal terus membaik sehingga dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

“Jika semua kondisi terbukti mendukung, ada kemungkinan BI akan mengalihkan fokus kebijakan moneternya dari stabilitas ke pertumbuhan,” tutup Josua.

(azr/lav)

No more pages