Logo Bloomberg Technoz

Tarek El-Tablawy, Alisa Odenheimer, dan Courtney McBride - Bloomberg News

Bloomberg, Hamas mengatakan bahwa pihaknya "sangat tertarik" untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel. Pernyataan ini membantah klaim Amerika Serikat (AS) bahwa pihaknya mengulur-ulur waktu negosiasi untuk mengakhiri konflik yang menghancurkan di Gaza.

Kelompok militan Palestina yang didukung Iran pada Selasa (20/8/2024) mengatakan bahwa pernyataan Presiden AS Joe Biden dan diplomat utamanya, Antony Blinken, "menyesatkan dan tidak mencerminkan realitas posisi gerakan ini."

Komentar tersebut, dalam pernyataannya di Telegram, muncul sehari setelah Blinken bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mengatakan bahwa langkah selanjutnya untuk mencapai gencatan senjata adalah "Hamas harus mengatakan ya."

Blinken mengatakan bahwa Netanyahu telah menerima proposal yang disebut AS sebagai "perjanjian yang menjembatani" kedua belah pihak sampai mereka menyelesaikan detail-detail terakhir.

Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa, mengatakan bahwa proposal tersebut berbeda dengan rencana yang dipimpin oleh Biden yang diumumkan pada Mei lalu, yang mengisyaratkan bahwa mereka tidak puas dengan tuntutan terbaru dari Israel.

Kedua belah pihak seharusnya memulai babak baru perundingan di Kairo pada pekan ini, tapi belum ada tanggal yang ditentukan untuk hal tersebut. Mesir menjadi penengah, bersama dengan AS dan Qatar.

Perang meletus ketika para pejuang Hamas menyerbu Israel selatan dari Gaza, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang. Serangan udara dan darat Israel berikutnya di Gaza telah menewaskan hampir 40.000 orang, menurut otoritas kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut.

Biden berusaha menggunakan bulan-bulan terakhir masa jabatannya untuk mengakhiri konflik tersebut, yang telah menyebabkan perpecahan politik yang sangat besar di seluruh dunia. Presiden mengirim Blinken kembali ke wilayah tersebut minggu ini untuk membantu mencapai kesepakatan.

Menlu AS berada di Israel pada Senin dan Selasa bertemu dengan Presiden Mesir Abdel-Fattah El-Sisi di kota Mediterania, El Alamein. Salah satu masalah utama adalah bahwa Hamas menginginkan gencatan senjata apa pun untuk mengakhiri perang secara permanen, sementara Israel ingin memulai kembali konflik untuk mencapai tujuannya menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan kelompok tersebut.

Ada juga ketegangan mengenai Israel yang ingin mempertahankan pasukan yang ditempatkan di sepanjang koridor Philadelphia yang strategis, bagian selatan Gaza yang membentang di sepanjang perbatasan dengan Mesir, untuk mencegah penyelundupan senjata dari negara Arab tersebut.

"Yang pertama adalah melenyapkan Hamas dan meraih kemenangan," ujar Netanyahu pada Selasa. "Hal kedua adalah bahwa kami, pada saat yang sama, melakukan upaya untuk mengembalikan para sandera, dengan persyaratan yang memungkinkan jumlah maksimum sandera yang dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan."

Israel harus "mempertahankan aset-aset keamanan strategis kami dalam menghadapi tekanan domestik dan luar negeri yang besar," kata Netanyahu, dengan menyebutkan perebutan koridor Philadelpia dan penyeberangan perbatasan Rafah dengan Mesir pada awal perang.

Sementara itu, Iran mengatakan bahwa pembalasannya atas dugaan pembunuhan pemimpin Hamas oleh Israel di Teheran akan memakan waktu yang lama. Hal ini mengisyaratkan bahwa Republik Islam tidak akan terburu-buru melakukan pembalasan yang telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang di seluruh kawasan

"Waktu ada di pihak kami dan ada kemungkinan bahwa masa tunggu untuk tanggapan ini akan lama," kata juru bicara Korps Garda Revolusi Islam kepada TV pemerintah Iran pada Selasa.

Israel "harus menunggu serangan yang diperhitungkan dan tepat pada waktu yang tepat." Israel tidak mengonfirmasi atau membantah telah membunuh Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, yang meninggal pada 31 Juli.

(bbn)

No more pages