Sekadar catatan, Minyakita merupakan program lanjutan dari program sebelumnya, Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Perbedaan keduanya terletak pada kemasan. Jika MGCR dibungkus plastik tipis dan mudah bocor, Minyakita dibungkus plastik yang lebih kuat dan rapi.
"Minyak goreng kemasan juga lebih mudah didistribusikan, minim product loss, bebas kontaminasi, dan dapat disimpan dalam waktu relatif lama," tutur Moga.
Adapun selain mengubah skema tersebut, aturan tersebut juga juga resmi mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET) dari sebelumnya sebesar Rp14.000/liter kini menjadi Rp 15.700/liter.
Dalam kaitan itu, lanjut Moga, diharapkan dapat mengoptimalkan pendistribusian minyak goreng rakyat kepada pengecer sesuai dengan ketercapaian di masing-masing level distribusi dan HET.
"Ini juga untuk memastikan tepat sasaran, mengurangi potensi penyalahgunaan atau penyelewengan oleh pihak yang dapat merugikan masyarakat."
Wajib Pasok Minyakita Sebelum Ekspor
Adapun, aturan tersebut juga mengamanatkan para eksportir produk turunan kelapa sawit yang membutuhkan Hak Ekspor harus mendistribusikan Minyak Goreng Rakyat (MGR) dalam bentuk Minyakita. Hak Ekspor tersebut juga menjadi syarat untuk penerbitan Persetujuan Ekspor.
MGR dapat diakui sebagai Hak Ekspor jika telah diterima di Distributor Pertama (D1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, atau Distributor Kedua (D2) atau pengecer jika tidak melalui distributor BUMN Pangan, dengan bukti pelaporan di Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
"DMO minyak goreng rakyat bukan merupakan subsidi pemerintah, melainkan bentuk kontribusi pelaku usaha industri turunan kelapa sawit ke dalam negeri melalui penyediaan minyak goreng kemasan merek Minyakita," ujar Moga.
Sedangkan, untuk produsen dan pengemas yang akan memproduksi minyakita wajib memiliki surat persetujuan penggunaan merek dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melalui inatrade.kemendag.go.id atau dapat disampaikan secara langsu
(ibn/roy)