Logo Bloomberg Technoz

Sentimen pasar global sejauh ini masih bullish di mana ekspektasi terhadap penurunan bunga acuan The Fed, bank sentral Amerika Serikat, pada September nanti sebesar 25 bps semakin besar dengan probabilitas 73,5% sejauh ini. 

Pemodal juga masih bersemangat memborong saham seiring dengan rilis data ekonomi AS yang menunjukkan ketangguhan, memperkuat skenario softlanding perekonomian setelah pengetatan moneter sejak 2022 silam.

Volume tekanan beli yang tinggi di pasar keuangan domestik bisa membawa rupiah melanjutkan penguatan hingga ke level Rp15.550/US$. Adapun dalam sepekan perdagangan ada resistance potensial rupiah pada level Rp15.500/US$ sekaligus merupakan resistance psikologis paling optimistis.

SRBI Ditinggalkan

Di pasar domestik, pemodal asing terlihat semakin meninggalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) karena bunga diskonto yang diberikan terus menyusut. 

Pada lelang terakhir Jumat lalu, Bank Indonesia kembali memangkas bunga SRBI menjadi 7,20%, ini menjadi level bunga terendah sejak 19 April, atau sebelum rupiah menjadi bulan-bulanan pasar hingga menjebol level psikologis terlemah di Rp16.000-an usai libur Lebaran pada April lalu.

Mengacu pada catatan Bank Indonesia, selama periode transaksi 12-15 Agustus lalu, pemodal asing cuma mencatat pembelian bersih sebesar Rp130 miliar. Jauh lebih sedikit dibanding pembelian di surat utang negara dan saham. Periode yang sama, nonresiden memborong SBN senilai Rp7,36 triliun dan saham Rp2,18 triliun.

Alhasil, selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 15 Agustus lalu, demikian data BI, nonresiden membukukan posisi jual neto yang makin kecil di SBN menjadi sebesar Rp11,54 triliu. Lalu, di pasar saham juga asing kembali mencatat posisi beli neto senilai Rp3,36 triliun. Sedangkan di SRBI, posisi asing net buy terbesar mencapai Rp179,37 triliun.

Gambaran Kebijakan Fiskal

Pada Jumat pekan lalu, pemerintah Presiden Joko Widodo akhirnya merilis Rancangan APBN 2025 beserta Nota Keuangan yang memberikan gambaran lebih jelas bagi pelaku pasar terkait kebijakan fiskal pada tahun pertama Presiden terpilih Prabowo Subianto berkuasa penuh.

Kepastian gambaran kebijakan fiskal tersebut, terutama rencana defisit anggaran yang angkanya moderat di 2,53%, terlihat cukup melegakan pasar sehingga ketidakpastian yang menggelayuti sepanjang tahun ini berangsur memudar.

Defisit anggaran tahun 2025 direncanakan sebesar 2,53% terhadap Produk Domestik Bruto atau sekitar Rp616,2 triliun. Defisit itu diperoleh dari rencana belanja sebesar Rp3.613,1 triliun dan pendapatan negara Rp2.996,9 triliun.

Pendapatan negara sebagian besar disokong dari penerimaan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun.

Sementara kurs dolar AS untuk 2025 ditetapkan memakai asumsi Rp16.100/US$ dengan yield SBN-10Y sebesar 7,1%. 

Kombinasi dari penguatan optimisme pemangkasan bunga acuan The Fed pada September ditambah kejelasan kebijakan fiskal pemerintahan baru Indonesia mulai Oktober nanti, sepertinya memberikan kepercayaan diri yang lebih besar pada pelaku pasar dengan memborong aset-aset yang memberikan imbal hasil menarik.

(rui/aji)

No more pages