Logo Bloomberg Technoz

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, sejumlah saham yang masuk dalam PPK FCA telah memperlihatkan penurunan volatilitas harga yang lebih stabil selama kurun waktu 3 bulan belakangan.

"Dari [sebelumnya] volatilitas yang sangat tinggi, terjadi penurunan volatilitas harga yang lebih stabil di periode penerapan papan pemantauan khusus dengan mekanisme perdagangan full call auction," ujar Jeffrey, akhir Juni lalu.

BEI juga pernah menginformasikan sejak dua bulan penerapan tersebut, aktivitas transaksi saham yang masuk PPK FCA dengan kriteria likuiditas rendah terus meningkat.

Itu tecermin dalam frekuensi nilai transaksi dan volume transaksi harian yang masing-masing meningkat sebesar 434%, 3.446%, dan 40.099% pada periode dua bulan pertamanya.

Deretan saham yang hingga kini masih bertengger di PPK FCA per 19 Agustus 2024 bisa dilihat di sini.

Efektivitas Kebijakan FCA

Masih banyaknya jumlah saham yang masuk papan FCA tentu menimbulkan tanya sejauh mana efektivitas kebijakan yang awalnya dimaksudkan sebagai perlindungan investor tersebut.

Analis Algo Research Alvin Baramuli menilai, ada tiga poin yang sejatinya membuat kebijakan FCA justru menjadi bumerang.

Pertama, jika tujuannya untuk meningkatkan likuiditas saham Rp50 dan membuat investor lama bisa keluar, justru akan lebih baik jika dilakukan dengan sesi terbuka.

"Justru dengan sistem lelang akan mempersulit investor untuk menemukan bid atau offer dan menghalangi potensi likuiditas baru," kata Alvin.

Kedua, jika tujuannya adalah transparansi, mengapa tidak dilakukan live session seperti perdagangan normal.

"Bid atau offer dalam sistem auction, dilakukan di 'belakang pintu yang tertutup'. Jadi, dimana transparansi dan efisiensinya?" kata Alvin Baramuli.

Jika tujuannya adalah untuk melindungi investor, FCA justru melakukan hal yang sebaliknya. Tanpa melihat bid, investor yang ingin menjual mungkin akan menjual pada harga terendah untuk keluar dengan cepat. 

"Namun, mengapa investor menawar jika mereka bisa menunggu hingga harganya rendah seperti Rp1/saham? Ini menimbulkan kerugian maksimal bagi penjual."

(ibn/dhf)

No more pages