Logo Bloomberg Technoz

Sementara penerima suap yakni enam tersangka yang terdiri dari Harno Trimadi (HNO) selaku Direktur Prasarana Perkeretaapian, Bernard Hasibuan (BH) selaku PPK BTP Jabagteng, Putu Sumarjaya (PS) selaku Kepala BTP Jabagteng, Achmad Affandi (AFF) selaku PPK BPKA Sulsel, Fadliansyah (FAD) selaku PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, dan Syntho Pirjani Hutabarat (SYN) selaku PPK BTP Jabagbar.

Wakil Ketua KPK, Joanis Tanak saat memberi keterangan tentang dugaan suap proyek kereta pada Kemenhub. (tangkapan layar Youtube KPK)

Adapun proyek tercemari suap yaitu proyek pembangunan lintasan kereta api Trans-Sulawesi dan beberapa perbaikan proyek lintasan kereta api Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Proyek KA lainnya yakni pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso (Jawa Tengah). Empat proyek pembangunan jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur (Jawa Barat) dan proyek perbaikan perlintasan sebidang di Jawa-Sumatra. 

Diketahui bahwa salah satunya adalah proyek kereta api pertama Sulawesi yang baru diresmikan Presiden Jokowi di Maros, Sulawesi Selatan. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membenarkan soal proyek KA Sulsel tersebut.

Tak lama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta maaf atas proyek-proyek di kementeriannya yang terindikasi korupsi. 

Menhub Budi Karya (dok: humas Kemenhub)

Mantan Wakil Ketua KPK yang juga pegiat antikorupsi Saut Situmorang menyayangkan respons Jokowi soal suap di KA Sulsel. Reaksi kepala negara dianggapnya sinyal buruk pemberantasan korupsi. Dia mengingatkan, tak ada toleransi bagi korupsi berapa pun nilainya. Kerusakan yang ditimbulkannya adalah moral bukan semata materiil. Apabila pemerintah ingin melakukan pembangunan infrastruktur maka juga harus dilakukan dalam koridor pencegahan dan pemberantasan korupsi. Artinya bukan berarti karena alasan pembangunan maka tindakan korup cenderung ditoleransi.

"Kalau presiden ngomong gitu dia enggak paham berarti yang namanya korupsi itu irreversible. Jadi kalau kamu kerugiannya misal Rp 100 ribu, umpamanya kamu disogok di bandara sehingga kamu enggak menimbang beban pesawat dengan benar sehingga pesawat overweight dan kemudian jatuh. Kalau uang yang Rp 100 ribu itu ditarik emang pesawatnya itu (akan) balik lagi? Nah itu korupsi itu irreversible," kata Saut kepada Bloomberg Technoz lewat percakapan telepon, Jumat siang (14/4/2023).

Dia menjelaskan, saat ini memang kian tampak kekeliruan berpikir dalam hal pemberantasan korupsi. Apalagi sejak Undang Undang KPK direvisi dan wewenang lembaga itu dipreteli. Presiden Jokowi yang didesak agar mengeluarkan perppu untuk menyelamatkan KPK juga tak pernah menggubrisnya. Saut mengatakan infrastruktur memang perlu namun membangun manusia juga harus dilakukan dengan simultan. Apabila pembangunan dilakukan dan ada orang-orang tak jujur di dalamnya maka mereka harus dipecat dan diberi sanksi. 

"Bahwa karena memang ada kesalahan dalam filosofi berpikir. Pada bagian lain dia mengatakan bahwa itu sesuatu hal yang biasa. Dia enggak paham kerusakan moralnya yang terjadi," imbuhnya.

Padahal kata Saut, Jokowi dalam Nawacita, jargon visi misinya pada saat kampanye pemilu memasukkan soal tak ada toleransi terhadap korupsi. Namun pada kenyataannya, hal itu bertolak belakang ketika dia memerintah. Apalagi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 terbukti paling jeblok semenjak Era Reformasi. Hal ini kata dia tak bisa dipisahkan dengan pelemahan UU KPK.

"Kalau dia (Jokowi) bicara seperti itu, kita menyayangkan sekali cara berpikirnya sudah jauh dari Nawacita yang pernah dia bilang selama ini," katanya lagi.

Sementara mantan Wamenkumham yang juga mantan Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) UGM Korupsi Denny Indrayana juga menyoroti janji-janji kampanye Presiden Jokowi mengenai pemberantasan korupsi. Dia mengaku termasuk yang memilih Jokowi karena kampanye soal antikorupsinya lebih tegas dibandingkan calon lainnya. Namun sayangnya hal itu tak berjalan sesuai dengan yang dijanjikan.

Guru Besar Hukum Tata Negara UGM ini mengatakan, dia tak mau mengomentari pernyataan Jokowi soal kata "biasa" terkait proyek terindikasi korupsi di KA Sulawesi. Namun dia memilih menjabarkan gambaran buruknya komitmen pemberantasan korupsi di negara ini.

"Karena awalnya, saya dulu termasuk yang memilih beliau karena menilai pemberantasan korupsi lewat statement kampanyenya termasuk lebih dibandingkan calon presiden yang lain. Tapi kemudian setelah dalam proses berjalan itu tidak sesuai antara janji-janji kampanye dan realitas di lapangan. Parameternya dia bermasalah," kata Denny Indrayana.

Dia mengatakan, KPK juga terbukti dilumpuhkan pada era Jokowi. Hal ini tak lepas dari andil Presiden Jokowi. Tak hanya institusi KPK yang dilemahkan juga orang-orang yang ada di dalammya. Hasil penilaian calon komisioner KPK yang dipilih oleh presiden dianggap problematik. Terbukti, saat ini sejumlah pimpinan KPK terseret masalah etik dan melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak berperkara.

Peserta aksi tolak #KPKDikorupsi membawa poster di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Yang berikutnya, pemberantasan korupsi Indonesia mengalami kemunduran terbukti dari angka IPK yang paling buruk yakni dari poin 38 menjadi 34 dengan ranking 110.

"Bahkan anjlok 4 poin, paling rendah dalam sejarah Reformasi. Itu parameter yang menurut saya dengan tegas menunjukkan memang ada masalah dalam pemberantasan korupsi di era Presiden Jokowi," lanjut mantan staf khusus era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.

Tak hanya korupsi, warna kolusi dan nepotisme era Jokowi kata dia juga terang-benderang. Hal itu tampak dari anak menantu Jokowi yang maju di pemilihan kepala daerah yakni Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. Peran Jokowi kata dia tampak saat mempersiapkan hal itu mulai dari pendekatan terhadap partai-partai dan tokoh politik. Padahal Reformasi mengamanatkan pemberantasan terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme.

Haji Isam

Denny menilai orang-orang di lingkaran Presiden Jokowi juga mengabaikan pemberantasan korupsi  termasuk soal tak memberikan saran yang pantas kepada presiden. Dia kemudian menyinggung soal kasus suap pajak PT Jhonlin Baratama milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam yang sempat bergulir di KPK. Namun ironisnya Presiden Jokowi justru menyambangi peresmian proyek Jhonlin Group tersebut.

Pada 21 Oktober 2021 diketahui Jokowi meresmikan Pabrik Biodiesel milik PT Jhonlin Agro Raya, anak usaha Jhonlin Group di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pada saat itu, Jokowi tampak duduk sebaris, berdampingan dengan Haji Isam di jajaran kursi tamu paling penting alias VVIP.

"Saya mencatat betul itu. Saya kirim surat terbuka ke pak Jokowi (pada waktu itu). Gimana nih masih ada kasus di KPK kok malah didatangi. Jokowi tidak boleh begitu dong. Itu isi surat terbuka saya," kata dia.

Diketahui suap pajak terkait Jhonlin bergulir sejak 2021. Atas kasus ini Pengadilan Tipikor sudah menjatuhkan vonis 2 tahun terhadap konsultan pajak PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo yang dinyatakan terbukti menyuap mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji.

Mantan pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi melakukan aksi tolak #KPKDikorupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Yang juga aneh ditambahkan Denny, penerima suap di kasus pajak Jhonlin Group sudah dijatuhkan vonis tapi hingga sekarang pemberi suapnya tak pernah ditindaklanjuti KPK. Pemberi suap berhenti di konsultan pajak.

"Itu kan ada suap-menyuap tapi yang ditangkap penerima suapnya, pemberi suapnya tidak pernah dimunculkan," tutupnya.

(ezr)

No more pages