“Jadi kebijakannya kita, kita ingin prioritas tentang kesehatan terkait dengan konsumsi gula,” ujar Febrio.
“Jadi ini sudah ada beberapa pembahasan dan juga konsultasi. Dan tampaknya ini yang akan bisa kita bahas nanti dengan DPR. Nanti kita lihat hasilnya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025 menegaskan kembali pengenaan tarif cukai terhadap MBDK. Namun, pengenaan tarif cukai pada barang plastik tak tercantum dalam dokumen itu.
“Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025,” sebagaimana tertulis dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025.
Dijelaskan bahwa pengenaan cukai terhadap MBDK dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula hingga pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk reformulasi produk MBDK yang rendah gula.
“Sehingga akhirnya diharapkan dapat mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat,” tulis dokumen tersebut.
Sebagai informasi, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Askolani mengungkap jika penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis tidak dapat dilaksanakan pada tahun ini, maka kebijakan tersebut akan disiapkan untuk tahun 2025.
“Target kan bisa kami sesuaikan kebijakan, kan kami kebijakan harus lihat kondisi di lapangan,” kata Askolani saat ditemui awak media di kompleks DPR RI, Senin (10/6/2024).
Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubiyanto menyebutkan terdapat dua kategori minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai MBDK. Kedua kategori yang dimaksud ialah produk minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
Selain itu, pungutan cukai MBDK juga akan diperhitungkan (earmark) sebagai dasar perhitungan alokasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan akibat dampak negatif dari minuman berpemanis.
(azr/lav)