Sementara perusahaan Elon Musk akan menjadi pesaing di pasar direct-to-device, AST berencana menggunakan roket SpaceX untuk mengirimkan lima satelit komersial pertamanya ke orbit bulan depan dari Cape Canaveral di Florida.
AST sedang mengerjakan 17 satelit lainnya, yang pertama dijadwalkan akan meluncur ke luar angkasa pada awal 2025 dengan menggunakan roket dari salah satu saingan peluncuran Musk.
“Kami agnostik dalam hal roket peluncuran,” kata Wisniewski, yang tidak mau mengungkapkan nama perusahaan roket atau jadwal peluncuran semua satelit baru tersebut.
Satelit BlueBirds akan diluncurkan pada bulan September. Punya ukuran 65 meter persegi (m2), “yang merupakan sebuah apartemen studio yang besar,” kata Wisniewski.
Pencapaian ini menjadikannya sebagai koleksi satelit terbesar yang pernah ada yang akan digunakan secara komersial di LEO, kependekan dari orbit rendah Bumi, menurut perusahaan tersebut.
Namun, AST tidak berniat untuk mempertahankan rekor tersebut untuk waktu yang lama, karena satelit-satelit baru akan berukuran lebih dari tiga kali lipat ukuran BlueBirds.
Regulator AS terkait komunikasi (Federal Communications Commission/FCC) memberi AST lisensi awal untuk operasi berbasis ruang angkasa, demikian diumumkan perusahaan pada 5 Agustus.
Meski begitu, itu bukanlah akhir dari proses regulasi. AST, bersama dengan AT&T dan Verizon, berencana untuk mengirimkan data ke FCC untuk mendapatkan otorisasi untuk frekuensi nirkabel, kata Wisniewski.
Lonjakan harga saham terjadi setelah AST melaporkan pendapatan dan penjualan kuartalan pada 14 Agustus, yang melampaui estimasi, dengan pendapatan US$900.000 dan kerugian bersih US$72,6 juta. Namun, kemajuan yang dicapai sejauh ini menciptakan alasan untuk optimis, menurut laporan dari UBS.
“Persetujuan awal dari regulator AS, peluncuran satelit komersial pertamanya dalam waktu dekat, dan kemajuan mitra/pendanaan menambah keyakinan kami,” tulis analis UBS, juga menambahkan bahwa mereka melihat ”peningkatan pendapatan yang berarti pada tahun 2026.”
(bbn)