“Nah, Pertamina mau ikut sebagai participating interest di situ ya monggo, dibuatkan aturan,” ujarnya.
Skema Kontrak
Moshe menggarisbawahi skema kontrak PSC harus dilakukan alih-alih kerja sama operasi (KSO) atau idle well.
Adapun, PSC merupakan skema di mana pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berada pada level yang sama.
Sementara itu, KSO merupakan skema di mana Pertamina melalui anak usaha Pertamina EP melakukan penawaran kepada KKKS. Namun, posisi KKKS berada di bawah Pertamina EP.
“[KKKS] yang biayai, mengerjakan, tetapi levelnya kayak kontraktornya Pertamina. Lalu, kontrak KSO itu hanya 5 tahun. Setelah 5 tahun bisa saja diambil balik oleh Pertamina. Kalau misalkan KKKS sukses KSO, bisa diambil balik, tidak diperpanjang lagi,” ujarnya.
Adapun, prinsip dari idle well hampir sama seperti KSO, tetapi pengembangan hanya dilakukan pada sumur-sumur kecil.
Menurut Moshe, lapangan tersebut bisa dikembalikan kepada pemerintah lantaran Pertamina EP sebenarnya memegang lapangan seluas 114.000 km persegi, tetapi produksinya hanya 70.000 barel per hari atau barrel of oil per day (BOPD).
“Berarti apa? Menurut saya itu lebih dari 80% itu tidak efektif dan juga tidak digarap secara efektif atau sama sekali tidak digarap. Sebanyak 80% itu bisa dikembalikan ke pemerintah untuk pemerintah bisa tawarin lagi ke investor,” ujarnya.
Selain Pertamina, Moshe mengatakan, pemerintah juga perlu melakukan reformasi dari sisi kebijakan, baik insentif fiskal, nonfiskal dan koordinasi yang lebih erat antar-kementerian.
(dov/wdh)